REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penetapan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo sebagai tersangka merupakan langkah awal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengembangan. Hadi dalam kapasitasnya sebagai direktur jenderal pajak menjadi tersangka kasus dugaan korupsi terkait permohonan keberatan pajak PT Bank Central Asia (BCA) pada 2003.
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, penyidik akan menelusuri dugaan keterlibatan pihak lain. Penyidik juga akan melihat kemungkinan dugaan aliran dana kepada Hadi dalam permohonan keberatan pajak senilai Rp 5,7 triliun. "Ini sedang dikembangkan," kata Busyro, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/4).
Busyro juga tidak menutup kemungkinan pengembangan kasus mengarah pada dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Laporan harta kekayaan Hadi bisa menjadi kajian.
Namun, ia mengatakan, penyidik masih mendalami kasus dugaan korupsinya. "Kami belum masuk ke sana, tapi tak tertutup kemungkinan nanti kalau ada unsur TPPU-nya, kami akan masuk ke sana," kata dia.
Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara pada 2010 di KPK, Hadi tercatat mempunyai kekayaan senilai Rp 38.800.979.805. Hadi mempunyai 25 item harta tidak bergerak, berbentuk tanah dan bangunan. Dalam laporan itu, disebut ada tanah atau bangunan hasil perolehan sendiri dan hibah. Hadi juga antara lain mempunyai logam mulia, batu mulia, yang bernilai ratusan juta rupiah.
Terkait dengan hibah, pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksmana mengatakan, bisa saja dilakukan penelusuran. Termasuk jika terkait dengan dugaan tindak pidana.
Ia mengatakan, dapat dilihat siapa dan konteks pemberian hibah itu. "Jadi banyak cara dari LHKPN bisa dikejar. Justru LHKPN itu jadi trigger untuk mendalami harta kekayaan seseorang," kata dia.