REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai kasus kekerasan seksual di TK Jakarta International School (JIS), bukan kasus tunggal. KPAI menganggap kasus kekerasan masih banyak terjadi di TK lainnya.
"Hasil survei Indonesia Research Foundation, dari 100 TK yang disurvey, 87 persen rentan kekerasan," kata Komisioner KPAI, Susanto kepada Republika, Senin (21/4).
Menurut Susanto, bentuk kekerasan sangat terhadap anak-anak yang belajar di TK berpariatif, seperti membentak, mencubit, menghukum di depan kelas, mencoret anggota badan, mendiskreditkan, memaki, mematahkan semangat, bahkan kekerasan seksual.
Berdasarkan survei itu menunjukkan bahwa di TK rentan kekerasan, namun selama ini orangtua jarang mengetahuinya. "Oleh karena itu, KPAI mendesak kepada Mendikbud, agar seluruh TK di Indonesia memenuhi standar perlindungan anak," katanya.
Pertama, TK itu harus memastikan kurikulum TK berwawasan pengembangan karakter dan ramah anak. Jadi , di TK itu tidak boleh ada unsur-unsur kurikulum yang dapat berpotensi menghambat tumbuh kembang anak, apalagi berpotensi kekerasan. "Baik dengan alasan punishment maupun pendisiplinan," katanya.
Yang kedua kata, Susanto, tenaga pendidik dan kependidikan harus memiliki perspektif perlindungan anak dan memiliki dedikasi dan loyalitas yang berorientasi ramah anak. Bukan semata-mata bekerja untuk mendapatkan gaji atah hal-hal yang bersifat finansial.
"Tetapi seyogyanya penuh ide, sikap dan aksi yang ramah anak," sarannya.
Ketiga, seluruh fasilitas TK harus dipastikan tidak berbahaya untuk semua anak. Keempat, komunikasi pembelajaran harus berwawasan karakter dan berorientasi penumbuhan, pengembangan dan pemantapan seluruh potensi kecerdasan dan bakat minat anak.
Kelima, seluruh peraturan TK mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak dan tidak ditemukan unsur peraturan yang membenarkan pola manajemen sekolah yang rentan kekerasan.
Keenam, memastikan lingkungan TK nyaman dan aman bagi anak, terbuka dengan orangtua dan masyarakat serta tidak diskriminatif.