Rabu 16 Apr 2014 19:41 WIB

Petani Tebu Jabar Tolak Impor Gula

Rep: Lilis Handayani/ Red: Nidia Zuraya
Gula impor
Foto: Antara
Gula impor

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Pemerintah mengimpor gula kristal putih sebanyak 350 ribu ton. Para petani tebu rakyat yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jabar pun dengan tegas menolak kebijakan tersebut. ''Buat apa impor gula, stok gula kita cukup kok,'' tegas Ketua APTRI Jabar, Anwar Asmali, kepada ROL, Rabu (16/4).

Anwar menyatakan, stok gula di dalam negeri saat ini masih mencapai 1,2 juta ton. Menurutnya, jumlah itu cukup untuk memenuhi kebutuhan gula selama empat bulan. ''Ini sudah April. Mei nanti sudah ada (pabrik gula) yang mulai giling,'' terang Anwar.

Anwar menambahkan, jikapun alasan pemerintah mengimpor gula kristal putih hanya sebagai buffer stock, maka seharusnya cukup dengan membeli gula yang ada di dalam negeri. Impor gula, menurutnya tidak perlu dilakukan.

Anwar mengungkapkan, impor gula di saat stok dalam negeri masih cukup, merupakan bukti bahwa pemerintah tidak berpihak pada petani. Apalagi, petani tebu rakyat sedang terpuruk akibat rendahnya rendemen maupun harga pokok gula.

Anwar menyebutkan, dalam dua tahun terakhir, yakni 2012 - 2013, harga pokok gula tidak mengalami kenaikan, hanya mencapai Rp 8.100 per kg. Padahal, semua komponen lainnya justru mengalami kenaikan harga. ''Untuk tingkat rendemen gula, saat ini masih kurang dari tujuh. Seharusnya lebih dari delapan,'' kata Anwar.

Anwar pun menagih janji pemerintah untuk merevitalisasi mesin-mesin di pabrik gula yang saat ini sudah tua. Dia menyatakan, mesin-mesin tua itu mengakibatkan rendemen yang dihasilkan menjadi rendah. ''Revitalisasi seharusnya segera dilakukan di semua pabrik gula. Jangan hanya menjadi wacana,'' tegas Anwar.

Lebih lanjut Anwar mengatakan, impor gula kristal putih yang dilakukan pemerintah melalui Bulog itu akan menambah peredaran gula impor rafinasi yang saat ini tidak terkontrol. 'Banjir gula' impor tersebut dinilainya akan membuat harga gula petani menjadi jatuh.

Anwar mengungkapkan, semua kondisi itu akhirnya akan membuat petani tebu menjadi enggan untuk menanam tebu kembali. Hal tersebut, akan mengancam target swasembada gula.

Seorang petani tebu di Kecamatan Astanajapura, Darman, mengaku mulai berpikir untuk beralih dari tanaman tebu ke tanaman padi. Pasalnya, harga gabah terus naik, sedangkan harga gula malah menurun. ''Dari pada merugi terus, lebih baik menanam padi saja,'' tandas Darman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement