Rabu 16 Apr 2014 08:35 WIB

Nelayan Sabu Selamatkan 20 Ekor Lumba-Lumba Terdampar

Lumba lumba
Foto: voa
Lumba lumba

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Sekelompok nelayan di Pulau Sabu berhasil menyelamatkan 20 ekor lumba-lumba yang terdampar di Pantai Wuihebo, Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua, sekitar 250 mil dari Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Bupati Sabu Raijua Marthen Luther Dira Tome yang dikonfirmasi, Rabu, membenarkan adanya upaya penyelamatan terhadap kawanan lumba-lumba tersebut oleh nelayan setempat saat terdampar di Pantai Wuihebo pada Senin (14/4).

"Saat itu air laut surut. Ketika ditemukan, kawanan lumba-lumba itu masih dalam keadaan hidup sehingga langsung dilepas kembali ke laut oleh nelayan yang menemukan," katanya dan menduga kawanan lumba-lumba tersebut terseret arus keras.

Beberapa waktu lalu, sekitar 40 ekor paus biru (mamalia laut yang dilindungi) juga ditemukan terdampar dan sebagiannya mati di wilayah pantai Pulau Sabu.

Kemungkinan tercemar

Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) yang juga pemerhati masalah Laut Timor Ferdi Tanoni menduga kuat kawanan lumba-lumba yang terdampar di Pulau Sabu itu akibat habibat mereka sudah tercemar menyusul ledakan kilang minyak Montara di Laut Timor pada 21 Agustus 2009 yang hingga kini belum ada upaya untuk merestorasinya.

"Saya menduga, kawasan perairan Laut Sawu yang telah ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi dan Taman Nasional Perairan berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.Kep.38 Tahun 2009 itu sudah terkontaminasi dengan material beracun yang dimuntahkan dari kilang Montara," ujarnya.

Mantan agen imigrasi Kedutaan Besar Australia itu menambahkan Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan tersebut sangat baik untuk melindungi ekosistem kelautan dan keanekaragaman hayati ikan dasar serta lalu lintas mamalia laut seperti paus biru dan lumba-lumba.

Namun, kata dia, tragedi meledaknya kilang minyak Montara milik PTTEP Australasia, sebuah operator minyak asal Thailand yang mendapat izin operasi dari Pemerintah Federal Australia itu, telah menghancurkan lingkungan perairan Laut Timor yang merupakan habitatnya ikan-ikan dasar dan mamalia laut.

"Berdasarkan penelitian para ahli dari Australia, hampir 90 persen wilayah perairan Indonesia di Laut Timor sudah tercemar minyak mentah (crude oil) serta zat beracun lainnya yang dimuntahkan dari kilang Montara serta zat beracun dispersant yang disemprotkan Otorita Keselamatan Maritim Australia (AMSA) untuk menemgelamkan tumpahan minyak ke dasar Laut Timor," kata Tanoni.

Oleh karena itu, katanya menegaskan, upaya restrorasi serta pemulihan kembali wilayah perairan yang tercemar menjadi sebuah keharusan yang patut dilakukan oleh perusahaan pencemar PTTEP Australasia dengan melibatkan para ahli kelautan dari Australia dan Indonesia serta negara-negara lain untuk melakukan sebuah penelitian ilmiah guna mengetahui tingkat pencemarannya.

Tanoni mengatakan penelitian ilmiah yang independen ini sangat penting untuk mengetahui kadar kerusakan ekosistem laut serta tingkat pencemaran minyak, sebagai bahan dasar untuk melakukan restorasi seperti yang dilakukan Amerika Serikat atas kasus pencemaran minyak di Teluk Alaska dan Mexico beberapa tahun lalu.

"Wilayah perairan Laut Timor dan Kawasan Konservasi Laut Sawu merupakan habibatnya mamalia laut seperti paus biru dan lumba-lumba laut, sehingga perlu dipulihkan guna menghindari kepunahan mamalia yang dilindungi tersebut," demikian Ferdi Tanoni.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement