Selasa 15 Apr 2014 12:44 WIB

Sekjen KPU Serahkan Berkas Terkait Anas Urbaningrum

Anas Urbaningrum.
Foto: Republika/Aditya P Putra
Anas Urbaningrum.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum Arif Rahman Hakim menyerahkan berkas terkait mantan Ketua Umum Partai Demorkat Anas Urbaningrung ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Ini saya dipanggil sebagai saksi atas orang yang pernah bekerja di KPU, Pak Anas Urbaningrum," kata Sekjen KPU Arif Rahman Hakim seusai diperiksa KPK di Jakarta, Selasa.

Arif dipanggil sebagai saksi kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga dilakukan oleh Anas. Anas pernah menjadi anggota KPU pada 2001-2005 sebelum akhirnya masuk ke Partai Demokrat.

"Ditanya kapan kerja di KPU, kapan berakhir masa kerjanya, termasuk penghasilan, tapi kami hanya menyerahkan dokumen saja, karena saya baru masuk KPU," ungkap Arif.

Namun selain informasi administratif mengenai masa kerja dan penghasilan Anas selama menjadi anggota KPU, tidak ada hal yang yang ditanyakan kepada Arief. "Tidak, tidak karena saya baru masuk," tambah Arif singkat.

Selain Arif, KPK juga memeriksa sekjen Dewan Perwakilan Rakyat Sekretaris Jenderal DPR Winantuningtyastiti dalam kasus yang sama. Anas pernah menjabat sebagai anggota DPR Komisi X pada periode 2009-2010.

Dalam kasus TPPU, KPK sudah menyita tiga bidang tanah di desa Panggungharjo - Bantul, Yogyakarta atas nama ipar Anas, Dina Zad; selanjutnya menyita dua bidang tanah di Kelurahan Mantrijero Yogyakarta seluas 7.670 meter persegi dan 200 meter persegi atas nama mertua Anas, Attabik Ali dan rumah Anas di Jalan Selat Makassar dan Jalan Teluk Langsa C9/22 di Duren Sawit Jakarta Timur yang juga diatasnamakan Atabik Ali.

Anas disangkakan melakukan TPPU sejak 5 Maret lalu dengan sangkaan pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 ayat 1 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang menyamarkan harta kekayaan yang berasal dari kejahatan.

Ancaman pidana terhadap orang yang melanggar pasal tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar. Pengenaan pasal tersebut memberikan kewenangan KPK untuk menyita harta kekayaan Wawan yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.

Selain itu, Anas juga diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus penerimaan hadiah terkait pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lain.

KPK menyangkakan Anas berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.

Anas dalam surat dakwaan mantan Menpora Andi Mallarangeng mendapat Rp2,21 miliar saat masih menjabat sebagai anggota DPR untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement