REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Munculnya dualisme dukungan dari PPP terhadap PDI Perjuangan dan Partai Gerindra dinilai akan menurunkan kredibilitas parpol tersebut. Mereka harus menyelesaikan dulu konflik internalnya sebelum melangkah pada keinginan berkoalisi.
Pengamat Politik LIPI, Siti Zuhro mengatakan, menjelang pilpres PPP harus solid atau akan kehilangan kredibilitas di kalangan publik dan parpol lain. Adanya dukungan Suryadharma Ali ke Prabowo dan deklarasi dukungan 27 DPW PPP ke Jokowi dinilai menjadi preseden buruk.
"Konstituen PPP nanti akan menganggap parpol tersebut pragmatis dan oportunis," kata Siti saat dihubungi Republika, Senin (14/4).
Parpol lain pun akan bingung bila suara PPP tak juga bersatu. Saat mereka ingin mengajak koalisi, tidak ada yang bisa dipercaya. Sebab ketua umum dan anggota parpol tidak punya kesepahamanan yang sejalan.
Ketua DPP PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari mengatakan, berharap agar PPP segera menyelesaikan konflik internalnya. Meski tidak bisa dipaksakan, namun parpolnya tetap membuka diri kalau memang mereka ingin berpihak ke PDIP. "Pembagian kursi akan kita atur secara rasional. Terpenting harus ada kesamaan platform," kata Eva.
Dia menambahkan, PPP harus membuktikan, punya kesamaan program untuk memajukan kesejahteraan rakyat seperti kebijakan pertanian dan mewujudkan ketahanan pangan.
Ketua DPP Gerindra Suhardi menilai, ini sebagai urusan rumah tangga PPP. Ia pun enggan ikut campur dalam mengarahkan dukungan parpol berbasis Islam tersebut. Mengenai adanya unsur pragmatis dari PPP, menurutnya, biarkan menjadi sikap internal partai.