REPUBLIKA.CO.ID, PBB-- PBB pada Rabu menolak kritikan terhadap misinya di Sudan Selatan setelah lembaga bantuan antarbangsa terkemuka menuduh pihaknya melakukan pengabaian mencolok atas ribuan pengungsi, yang hidup dalam kekurangan.
Medecins Sans Frontieres (Dokter Tanpa Batas) meluncurkan serangkaian kritik terhadap pejabat PBB di negara itu, menuduh mereka meninggalkan warga, yang ketakutan di pengungsian, yang dikenal sebagai "jebakan kematian", karena peluangnya terpapar penyakit.
"Kami akan melakukan yang terbaik untuk mengatur tempat pengungsian dan mendorong orang untuk bergerak secara sukarela ke tempat yang lebih baik dengan sanitasi yang lebih baik," kata Juru Bicara PBB Stephane Dujarric.
"Ini merupakan tantangan logistik yang sangat besar untuk mengurus ribuan orang ini," katanya.
MSF mengatakan sebelumnya sekitar 21 ribu orang telah dibiarkan tinggal di bagian pangkalan Misi PBB di Sudan Selatan (UNMISS) yang rawan banjir dengan ancaman "terpapar penyakit yang ditularkan melalui air dan potensi epidemi.
Nick Birnback, juru bicara Departemen Operasi Penjaga Perdamaian PBB, menolak kritik MSF pada pejabat PBB di Sudan Selatan. "Saya sangat tidak setuju dengan pernyataan yang dibuat oleh MSF terhadap UNMISS dan seharusnya pandangan ini tidak dimiliki oleh komunitas bantuan kemanusiaan yang lain," kata Birnback.
"Tidak ada perubahan dalam tingkat penyediaan bantuan kemanusiaan yang disediakan," katanya.
PBB sangat menyadari risiko epidemi dan kepadatan penghuni, katanya.
"Upaya untuk melonggarkan lokasi-lokasi yang sangat padat dan membersihkan daerah yang berpotensi epidemi sangat penting," katanya.
Sekitar 1.500 warga sipil telah secara sukarela pindah dari kawasan Tomping di Juba. MSF sebelumnya berpendapat bahwa PBB gagal untuk melakukan yang terbaik di Sudan Selatan, yang telah terjebak dalam konflik sejak pertengahan Desember ketika pasukan yang setia kepada Presiden Salva Kiir bentrok dengan pendukung mantan wakilnya Riek Machar.
Perang sejak saat itu telah tersebar di seluruh penjuru negara baru di dunia itu, dengan ribuan orang mencari perlindungan dari pembantaian etnis oleh aparat keamanan suku Dinka Kiir atau gerilyawan orang-orang Nuer Machar.