REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Ratusan relawan pengawas pemilu di Sulawesi Tengah dari kalangan mahasiswa di berbagai perguruan tinggi yang sedang melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) terancam tidak bisa menyalurkan hak politiknya (golput) pada 9 April 2014.
"Saya pemilih yang terdaftar di Desa Tagolu, Kecamatan Lage, Poso, tapi tugas KKN di Palu sekaligus jadi relawan pemilu," kata Nelsa, seorang relawan pengawas di sela-sela apel siaga relawan pengawasan Pemilu di Palu, Selasa.
Nelsa saat ini mengikuti Program KKN dari Universitas Tadulako di Desa Vatutela, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu. Di desa itu terdapat 14 mahasiswa KKN, 11 orang di antaranya dari luar daerah.
"Kami tidak bisa memilih karena tidak mendapat undangan atau panggilan," katanya.
Seorang mahasiswa lainnya, Ice Ramla, juga relawan pengawas pemilu mengatakan dirinya terdaftar sebagai pemilih di Donggulu, Kecamatan Kasimbar, Kabupaten Parigi Moutong.
Karena sedang melaksanakan KKN di Palu dan dilibatkan dalam relawan pengawas pemilu, dirinya tidak mendapat panggilan memilih. "Kami hanya punya KTP (Kartu Tanda Penduduk)," katanya.
Dalam ketentuannya, masih terbuka peluang bagi warga yang belum terdaftar menyalurkan hak politiknya dengan menunjukkan KTP dan Kartu Keluarga di daerah tempat tinggalnya. Para mahasiswa tersebut tidak bisa menggunakan KTP karena terdaftar sebagai pemilih tetap.
"Kami juga tidak bisa pulang karena kami juga praktik mengajar," katanya.
Sementara itu, Anggota Bawaslu Sulawesi Tengah Asrifai mengatakan saat dirinya memberikan pembekalan pengawasan pemilu kepada mahasiswa tersebut sudah meminta kepada pengelola KKN agar mahasiswa dari luar daerah mengisi formulir khusus perpindahan pemilih sehingga bisa memilih walaupun tidak di tempat asalnya.
"Nah ini saya baru tahu ternyata mereka belum melapor ke KPU setempat," katanya.
Asrifai mengatakan Bawaslu akan mengkomunikasikan masalah tersebut ke KPU setempat sehingga mahasiswa KKN yang juga terlibat dalam relawan pengawasan pemilu dapat menggunakan hak politiknya.