REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kementerian Sosial membantah ada pihak-pihak yang dicurigai sebagai kartel dalam program beras untuk masyarakat miskin.
"Tidak ada itu kartel, yang ada bahwa tidak semua masyarakat miskin mampu menebus 15 kilogram raskin," kata Dirjen Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Sosial Hartono Laras di Jakarta, Senin.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, pekan lalu, menyebutkan ada indikasi jaringan kartel dalam penyaluran raskin. Menurut Hartono, itu hanya kasuistis di sejumlah daerah yang disebut dengan "bagito" atau "bagi roto" di mana raskin yang tidak mampu ditebus disalurkan kepada orang miskin lainnya yang mampu menebus.
Harga tebus raskin Rp1.600 satu kilogram beras dan di lapangan ada warga miskin yang tidak mampu menebusnya untuk 15 kilogram, tambah Hartono. Hartono mengatakan, Kemensos sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk program raskin meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan kajian dan evaluasi program tersebut.
Dari hasil kajian tersebut, didapat masukan yang mendetil dan pemerintah diminta untuk menindaklanjuti terkait beberapa hal seperti anggaran, penyaluran dan data penerima raskin. "Misalnya penerima raskin yang berjumlah 15,5 juta rumah tangga sasaran, apakah itu masih tepat atau jumlahnya dikurangi karena selama ini data tersebut juga termasuk warga yang hampir miskin," kata dia.
Sementara untuk mutu beras, Hartono mengklaim sudah banyak peningkatan di mana mutu beras lebih baik dari sebelumnya. Jika di lapangan ditemukan beras yang warnanya berubah, bisa saja terjadi karena beras yang disalurkan adalah beras dari petani yang sudah tujuh bulan disimpan di gudang.
Untuk pelaksanaannya, Kementerian Dalam Negeri juga sudah membuat surat edaran ke daerah agar menyediakan anggaran untuk transportasi distribusi. "Intinya kami siap menidaklanjuti dan memperbaiki pelaksanaan program raskin," kata Hartono Laras.