REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia telah menyanggupi membayar uang darah (diyat) sebesar 7 juta riyal untuk menebus tenaga kerja wanita (TKW) Satinah yang terancam hukuman mati.
Namun, perempuan itu tidak bisa langsung bebas karena menunggu hasil pembicaraan antara tim Satuan Petugas (Satgas) pembebasan satinah dengan pihak pemerintahan Arab Saudi maupun keluarga korban yang dibunuh Satinah.
Menurut Juru Bicara Kemlu Michael S. Tene, pemerintah telah menyetujui untuk membayar diyat sebesar 7 juta riyal untuk membebaskan Satinah. Dengan demikian, kata Tene, permasalahan uang diyat untuk menebus Satinah telah terselesaikan.
Namun di satu sisi, pihaknya masih menunggu hasil pembicaraan antara tim pelobi satgas pembebasan Satinah dengan keluarga korban maupun pemerintah Arab Saudi.
''Ini karena harus ada pemaafan dari keluarga korban maupun kesepakatan dengan pemerintah Arab Saudi. Jadi proses pembebasan Satinah sedang diupayakan, mohon bersabar,'' katanya saat dihubungi RoL, Jumat (4/4) malam.
Dia menekankan, pembicaraan tersebut masih terus berlangsung hingga saat ini. Jadi, kata Tene, jika sudah ada kesepakatan antara keluarga korban dengan pemerintah Indonesia maka ini menjadi kunci. Ia optimistis ada perkembangan pembicaraan tersebut dalam beberapa hari kedepan.
''Tetapi kami tidak bisa mendahului hasil pertemuan antara tim pembebasan Satinah dengan keluarga korban dan pemerintah Arab Saudi,'' ujarnya.
Sebelumnya, Kepala satgas pembebasan Satinah, Maftuh Basyuni bersama rombongan dari perwakilan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Tenaga Kerja yang berjumlah empat orang sudah tiba di Riyadh, Arab Sauudi sejak pekan lalu.