REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Proses persidangan terhadap Satinah mendapat perhatian khusus Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR).
Lembaga PBB ini menduga proses peradilan terhadap TKW asal Kabupaten Semarang, Jawa Tengah ini diduga tidak memenuhi prinsip- prinsip keadilan.
Hingga OHCHR meminta Migrant Care untuk memberikan laporan rinci atas proses peradilan terhadap Satinah.
Hal ini terungkap saat Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah mengunjungi keluarga Satinah di Dusun Mrunten Wetan, Desa Kalisidi, Kamis (3/4).
Bersama Anis, tampak pula volunter Migrant Care, Melanie Subono serta Istri Gubernur Jawa Tengah, Siti Atiqoh Supriyanti.
PBB, jelas Anis, sudah meminta kepada Migrant Care memberikan laporan proses peradilan Satinah untuk dikaji ulang.
Peninjauan ulang persidangan Satinah tersebut bakal diupayakan OHCHR setelah lembaga PBB ini mencium adanya prinsip keadilan yang tidak terpenuhi.
“Misalnya ketersediaan pendampingan dari pengacara, penerjemah maupun konseling,” ungkapnya.
Dalam proses peradilan ini Satinah tidak mendapatkannya. Bahkan pemerintah tahu setelah proses hukumnya sudah selesai dan telah ada vonis.
Artinya, dalam proses ini ada celah yang memungkinkan diupayakan langkah lain selain pembayaran diyat yang sekarang menjadi alternatif utama.
Sementara penundaan pembayaran diyat yang telah dilakukan selama ini pada akhirnya juga tidak memengaruhi nilai yang harus dibayarkan.
Berkaca dari kasus Satinah tersebut, pemerintah semestinya tidak terlambat dalam melakukan pendampingan terhadap TKI yang terjerat kasus di negara lain.
Terlebih saat ini masih ada sedikitnya 261 TKI yang menjalani persidangan di luar negeri dan terancam hukuman mati.
“Kalau pemerintah menyediakan bantuan hukum secara maksimal sejak awal, ada diplomasi, memastikan semua peradilan berjalan fair, pemerintah tidak perlu galau,” tegas Anis.
Ia juga menyampaikan, seiring habisnya masa waktu pemenuhan diyat Rp 21 miliar pada hari ini, Migrant Care belum mendapat kabar hasil negosiasi yang tengah dilakukan.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) diharapkan segera memberikan informasi perkembangan negosiasi agar keluarga Satinah tidak was- was dan dilanda kecemasan.
Pemerintah jangan mempermainkan psikologis keluarga. “Sekecil apapun perkembangan disampaikan ke keluarga agar tidak cemas menunggu,” tambahnya.
Istri Gubernur Jawa Tengah, Ny Siti Atiqoh Supriyanti berharap kasus Satinah bisa selesai dengan hasil yang terbaik bagi kedua belah pihak.
Adanya kejadian ini harusnya juga menggugah semua orang untuk bisa memberikan dukungan. “Baik dukungan moral maupun material,” ujarnya.