REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia mesti mengatasi stagnasi dalam program Keluarga Berencana guna mengatasi sejumlah tantangan yang terkait dengan isu kesehatan seksual dan hak-hak reproduksi masyarakat.
"Dalam kurun sepuluh tahun terakhir, indikator keluarga berencana seperti TFR (angka total kelahiran) dan angka prevalensi kontrasepsi mengalami stagnasi," kata Kepala BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) Fasli Jalal dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis malam (3/4).
Selain itu, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 menyatakan bahwa MMR (rasio angka kematian ibu) bahkan meningkat dibandingkan tahun 1990-an.
Ia mengingatkan bahwa program Keluarga Berencana di Indonesia pernah mencapai kesuksesan dalam menurunkan angka TFR dari 5,6 anak di tahun 1970-an menjadi 2,6 di akhir tahun 1990-an.
"Intervensi kesehatan ibu hamil dapat diukur dari rasio angka kematian ibu dari 390 per 100.000 kelahiran di tahun 1990-an menjadi 228 di tahun 2000-an," ujar Faisal.
Kepala BKKBN mengemukakan bahwa sekarang adalah waktunya semua pihak untuk bekerjasama menangani isu ini.
Sejak tahun 2007, ujar dia, Pemerintah Indonesia telah melakukan revitalisasi program Keluarga Berencana dengan mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk meningkatkan pelayanan dan memperbaiki permintaan akan keluarga berencana.
Sebelumnya, Kepala BKKBN Fasli Jalal menyatakan rasio jumlah tenaga medis di Indonesia harus diperbaiki untuk menyambut berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015.
"Dalam konteks tenaga kesehatan itu kita lihat dulu kebutuhannya berapa, dan kalau dilihat itu masih bermasalah dalam hal rasionya sehingga harus ditingkatkan," kata Fasli.
Sementara berdasarkan data yang Fasli gunakan, yang diambil pada 2009 lalu, Indonesia masih berada di peringkat terendah untuk rasio dokter 0,2 per 1000 penduduk setara dengan Kamboja, jauh tertinggal dari rata-rata ASEAN 0,5 dan rata-rata global 1,3.
Sedangkan untuk perawat dan bidan Indonesia hanya berada di peringkat keenam dari 10 negara ASEAN dengan rasio 1,7 per 1000 penduduk, hanya lebih baik dibandingkan Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar. Rasio tersebut sedikit lebih mendekati rata-rata ASEAN yang mencapai 2,2 dan global 2,8.