Rabu 02 Apr 2014 22:57 WIB

Jaminan Kesehatan Nasional Tempuh Banyak Kendala

Rep: c69/ Red: Bilal Ramadhan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Foto: IST
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jamjnan Sosial (BPJS) masih banyak menemui kendala. Hal itu diungkap baik oleh pihak BPJS sendiri maupun dari pihak Rumah Sakit, dalam hal ini Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja, Jakarta Utara.

Sejak diberlakukan mulai 1 Januari 2014 lalu hingga 28 Februari, total peserta yang mengurus JKN ada 885 ribu. Dari jumlah itu sebanyak 329 ribu merupakan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Hingga tahun 2019 nanti ditargetkan seluruh penduduk di Indonesia harus sudah menjadi peserta KJN.

Untuk di Jakarta Utara sendiri ada 13 Rumah Sakit yang bekerjasama dengan pihak BPJS. Dua diantaranya merupakan Rumah Sakit Pemerintah, yaitu RSUD Koja dan Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof. Sulianti Saroso. Sedangkan 11 lainnya adalah Rumah Sakit swasta.

Tavip Hermansyah, Kepala BPJS Jakarta Utara mengungkapkan bahwa hingga kini aturan-aturan terkait dengan KJN masih belum berjalan sebagai mana mestinya. Misalnya perubahan pola tarif yang tadinya diberlakukan pembayaran per pelayanan kini menjadi pembayaran per paket (INACBg's). "Rumah sakit pasti kan terkaget-kaget kalau tidak cepat diurus, nah ini kan berarti belum semua pelaku paham dengan aturan-aturan program ini," ujarnya, Rabu (2/4).

Selain itu, ia juga mengatakan bahwa anyak dari masyarakat yang menyalahgunakan kartu. Banyak terjadi pinjam meminjam kartu yang sebenarnya bukan milik si pemakai. Mengenai hal ini ia mengungkapkan belum bisa melakukan pantauan secara maksimal.

Namun, yang jelas tindakan penyalahgunaan itu beresiko sanksi pidana. Untuk mengatasi hal itu, pihaknya akan mengganti penggunaan kartu dengan sidik jari. "Jadi nanti seperti mau absen saja, kalau sekarang sudah diuji coba di Rumah Sakit Fatmawati, untuk di Jakarta Utara sendiri masih di evaluasi," terangnya.

Kendala dirasakan jauh lebih banyak dari pihak Rumah Sakit. Sri Julipurwoestri, Wakil Direktur RSUD Koja, membagi kendala itu dari sisi kepesertaan, sistem, maupun kebijakan dan klaim. Dari sisi kepesertaan misalnya, pihak rumah sakit sering disulitkan karena kartu BPJS tidak mencantumkan fasilitas kelas perawatan. Selain itu, untuk pasien korban KDRT dan tidak mampu yang tidak memiliki kartu tidak ada yang mau menanggung biayanya. "Kalau dulu malah enak ada JAMKESDA, sarannya APBD dapat menanggung biaya rumah sakit bagi pasien-pasien semacam itu," kata Sri.

Kendala dari aspek sistem sendiri, menurut Sri master data BPJS belum lengkap. Banyak kartu Kartu Jakarta Sehat (KJS) belum masuk dalam daftar BPJS. Selain itu lambanya sistem online validasi kepesertaan di master data BPJS nasional, padahal di waktu yang sama seluruh user BPJS mengakses. Hal itu lah yang menimbulkan antrian panjang peserta di loket. "Dulu waktu awal-awal KJS saja pernah antrian dari pukul 02.00 WIB untuk ambil nomer, sampai akhirnya ada calo," cerita Sri.

Kurangnya tenaga verifikasi kepesertaan dari BPJS juga turut memperlambat pelayanan. Di tambah kekosongan petugas itu di hari Sabtu, yang mengganggu pelayanan ke poliklinik. "Cuma ada dua orang untuk 9 loketpendaftaran, ya semoga ditambah untuk mengurangi antrian panjang di loket Rumah Sakit," ujarnya lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement