Senin 31 Mar 2014 23:45 WIB

Radar Indonesia Belum Dimodernisasi

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Muhammad Hafil
Pesawat tempur Sukhoi TNI AU melakukan Flying Pass.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Pesawat tempur Sukhoi TNI AU melakukan Flying Pass.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq mengatakan Indonesia belum memodernisasi peralatan radar militer pantai dan udara. Sebab menurutnya Indonesia masih berfokus pada pengadaan alutsista utama (senjata dan kendaraan tempur).

“Untuk Angkatan Udara alutsista pendukungnya masih radar lama dan belum semua pangkalan udara militer dilengkapi radar,” kata Mahfudz Siddiq ketika dihubungi Republika, Senin (31/3).

Mahfudz mengatakan sebagian besar radar militer Indonesia sudah tidak berfungsi optimal. Ini karena radar yang digunakan sudah tidak moderen. Menurut Mahfudz anggaran alutsista sebesar Rp 120 triliun selama 2009 sampai 2014 tidak  memadai. “Memang diakui dalam rencana strategi (renstra) 2014 belum bisa biayai radar militer,” ujarnya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini mengusulkan agar ada peningkatan anggaran alutsista periode 2014 – 2019. Mahfudz mengatakan modernisasi radar militer udara dan pantai sudah tidak bisa ditunda. Pasalnya lalulintas udara dan perairan Indonesia sudah semakin padat. “Saya usulkan belanja alutsista periode berikut Rp 200 triliun,” katanya.

Mahfudz menolak belanja alutsista TNI tidak tepat guna. Dia menjelaskan fungsi alutsista tidak optimal karena belanja alutsista tidak dilakukan dalam paket menyeluruh. Mahfudz mencontohkan, saat membeli pesawat Sukhoi, Indonesia tidak sekaligus membeli persenjataan Sukhoi. “Pembeliannya bertahap karena keterbatasan anggaran,” ujarnya.

Sementara itu pemerhati sejarah militer Indonesia, Erwin Jose Rizal mengkritik pembelian alutsista yang selama ini dilakukan TNI. Menurutnya TNI tidak memiliki dasar pemikiran yang kuat saat membeli alutsista. “Pembelian alutsista TNI selama ini seperti asal memenuhi pengadaan untuk mendapat anggaran dari parlemen,” kata Erwin saat dihubungi Republika, Senin (31/3). 

Erwin mencontohkan TNI tidak pernah menjelaskan soal hakikat ancaman yang dihadapi Indonesia saat membeli alutsista baru. Padahal menurutnya penjelasan ini sangat penting guna memberikan pemahaman kepada masyarakat dalam membela negara. “Misalnya kita beli senjata cangggih atau perang untuk melawan siapa?” ujarnya. 

Erwin menyatakan TNI jangan hanya menggunakan dalih efek gentar saat membeli alutsista. Sebab menurutnya dalam perang moderen, alutsista bukan satu-satunya faktor penentu kemenangan. “Pengetahuan manusia dibalik senjata itu justru yang paling menentukan kemenangan,” katanya.

Erwin setuju Indonesia memodernisasi radar militer untuk kawasan Indonesia Timur dan Barat. Namun dia berharap belanja alutsista radar memenuhi skala prioritas. Jangan sampai pembelian alutsista tidak termanfaatkan secara optimal. Sebab hal itu menurutnya hanya akan menghabiskan anggaran untuk sesuatu yang tidak jelas. “Jangan sampai senjata yang dibeli tidak optimal digunakan. Karena hanya akan membebani pembiayaan perawatan dan gudang penyimpanan baru,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement