Senin 31 Mar 2014 19:51 WIB

Nyepi, Pulau Bali Gelap Gulita

Seorang anggota Pecalang atau satuan pengamanan adat Bali berkomunikasi dengan rekannya saat memantau situasi pantai saat pelaksanaan Hari Raya Nyepi di Pantai Kuta, Bali, Senin (31/3).
Foto: Wira Suryantala/Antara
Seorang anggota Pecalang atau satuan pengamanan adat Bali berkomunikasi dengan rekannya saat memantau situasi pantai saat pelaksanaan Hari Raya Nyepi di Pantai Kuta, Bali, Senin (31/3).

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pulau Bali gelap gulita saat umat Hindu menunaikan ritual Tapa Brata Penyepian menandai Tahun Baru Caka 1936, Senin malam (31/3).

Salah satu dari empat pantangan pada malam pergantian tahun Caka itu adalah "Amati Geni" atau tidak menyalakan api maupun lampu penerangan.

Dengan demikian suasana gelap gulita terjadi di mana-mana. Masyarakat sejak pagi hari telah mengurung diri di dalam rumah masing-masing.

Pada malam kegelapan itu petugas keamanan desa adat (pecalang) dan tokoh masyarakat di masing-masing desa adat (pakraman) memantau wilayahnya masing-masing.

Penerangan di jalan umum dan rumah-rumah penduduk dipadamkan sehingga terjadi penghematan energi selama sehari.

Hotel di kawasan Sanur, Kuta, Nusa Dua, dan pusat-pusat kawasan wisata lainnya di Bali jauh sebelumnya telah diimbau untuk sedapat mungkin tidak menyalakan listrik yang sinarnya sampai memantul ke luar.

Hampir tidak ada lampu yang menyala, hanya kegelapan dan kesunyiaan yang nyaris menjadikan Pulau Seribu Pura itu bagaikan "Pulau mati tanpa penghuni".

Kondisi demikian itu menambah kekhusyukan umat Hindu melaksanakan Catur Tapa Brata Penyepian yang meliputi Amati geni (tidak menyalakan api atau listrik).

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Dr I Gusti Ngurah Sudiana mengemukakan bahwa pada hakekatnya merupakan tuntunan untuk mengheningkan pikiran dengan mengendalikan api nafsu indria (keserakahan).

Umat Hindu wajib mematuhinya dan umat lain diimbau dapat melakukan hal yang yang sama, namun kalau harus menyalakan lampu diharapkan tidak mencolok, yakni sinarnya tidak sampai menyorot ke luar rumah.

PT PLN Distribusi Bali mampu menghemat sampai 50 persen. Penggunaan listrik di Pulau Dewata selama itu hanya 30 persen untuk konsumsi rumah tangga dan 70 persen untuk kalangan industri pariwisata, perusahaan dan Bandara Ngurah Rai.

Konsumsi listrik berkurang separuhnya dari rata-rata 690 megawatt per hari menjadi 350 megawatt dalam 24 jam tersebut.

Oleh sebab itu ada beberapa pembangkit yang tidak beroperasi sehingga PLN bisa menghemat konsumsi bahan bakar jenis solar sebanyak satu juta liter atau setara dengan Rp 12 miliar.

Pemadaman beberapa pembangkit itu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Di Bali terdapat beberapa pembangkit utama di antaranya Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Pesanggaran Denpasar yang memiliki kapasitas 280 mega watt, PLTG Gilimanuk sebesar 130 mega watt, PLTGU Pemaron sebesar 210 mega wat dan kabel bawah laut Jawa-Bali sebesar 2x100 mega watt.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement