REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Prayudi Setiadharma berpendapat tudingan Anas Urbaningrum bahwa Sekjen Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas yang menerima uang senilai 200 ribu dolar AS dari Proyek Olahraga Hambalang, belum memiliki pembuktian apa pun.
"Semua orang bisa ngomong apa saja atau menuduh siapa pun melakukan pelanggaran hukum. Tapi tetap harus ada pembuktian," kata Prayudi yang mendalami bidang hukum ini, di Jakarta, Sabtu (29/3).
Dikatakannya, dari sisi kredibilitas terlihat sekali bahwa sosok Anas sangat diragukan karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri sudah mengisyaratkan bahwa mereka memiliki keyakinan berbeda dengan tuduhan dan sanggahan-sanggahan Anas.
"KPK pasti punya fakta dan data untuk bisa menahan seseorang dan untuk menyatakan seseorang bersalah atau tidak," kata Prayudi.
Menurut dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan institusi profesional dan tidak akan sembarangan menerima begitu saja tuduhan bersifat sensasional dan dinyatakan oleh orang yang punya rasa sakit hati.
"Pernyataan Anas ini mencla mencle. Ketika Nazarudin mengaku Anas terlibat, dia berusaha meyakinkan orang bahwa dia tidak terlibat, bahkan bilang Nazarudin berhalusinasi, atau pernah juga menyarankan KPK agar dia tidak diiperiksa karena tidak ada apa pun. Kalau dia korupsi, minta digantung di Monas, dan sebagainya," ujarnya.
Prayudi yang juga pengamat lingkungan dari Universitas Padjadjaran menambahkan, motif Anas itu merupakan motif sakit hati, tapi juga tidak menutup kemungkinan ingin merusak citra Demokrat, dan keluarga Susilo Bambang Yudhoyono.
"Karena dari awal pun dia sudah menebar berbagai ancaman dengan menyebut bahwa ini baru halaman pertama. Apa pun itu, tuduhan kepada Ibas, dilihat dari sudut pandang hukum belum ada pembuktian apa pun," ujar Prayudi.