Sabtu 29 Mar 2014 04:00 WIB

Tingkatkan Ketahanan Pangan, Distan Gandeng TNI

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Bilal Ramadhan
Lahan pertanian, salah satu faktor penopang ketahanan pangan nasional (ilustrasi)
Foto: banten.go.id
Lahan pertanian, salah satu faktor penopang ketahanan pangan nasional (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SUBANG-- Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Subang, Jawa Barat, menggandeng unsur TNI dalam program peningkatan ketahanan pangan. Para prajurit ini, nantinya akan membimbing petani dalam hal bercocok tanam. Terutama, petani yang telah menggunakan teknologi System of Rice Intensification (SRI).

Kabid Sumber Daya Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Subang, Hendrawan, mengatakan, program ini merupakan kerja sama antara Menteri Pertanian dengan Panglima TNI. Jadi, kementerian ingin TNI terlibat dalam peningkatan ketahanan pangan. Sebab, TNI telah di percaya bisa meningkatkan ketahanan nasional.

"Lalu, kerja sama ini berlaku juga di daerah. Bahkan, Subang merupakan kabupaten pertama di Jabar yang telah MoU dengan TNI," ujar Hendrawan, Kamis (27/3).

 

Sebelum beraksi, lanjut Hendrawan, pihaknya sosialisasikan dulu kegiatan ini ke petani dan TNI. Dalam kegiatan, training of trainer (TOT). Pada kegiatan ini, para petani dan TNI sama-sama diberi pelatihan dan materi. Supaya, ketika beraksi di lapangan mereka tidak canggung lagi.

Sosialisasi TOT ini, lanjut Hendrawan, secara serentak di lakukan di tiga lokasi. Salah satunya, di Aula Kecamatan Patokbeusi. Adapun, petani yang datang, meliputi dari Kecamatan Ciasem, Blanakan, Pabuaran dan Patokbeusi.

Setelah pelatihan ini, nanti kedepannya masing-masing kelompok akan dibimbing oleh satu TNI. Yakni, Babinsa setempat. Aksi kerja sama ini, di mulai pada musim tanam gadu pertama ini. Adapun, program peningkatan pangan yang mendukung kerja sama ini yakni baru SRI.

Sebab, dalam program SRI ada upaya meningkatkan hasil produksi. Biasanya, yang memakai pola konvensional, rata-rata hasil produksinya antara tujuh sampai delapan ton GKP per hektare.

Sedangkan, dengan pola SRI peningkatannya antara tiga sampai empat ton GKP dari rata-rata hasil produksi. Jadi, bila konvensional hanya tujuh ton. Pola SRI bisa sampai 10 ton per hektare. "Bahkan, rekor tertinggi yang kami catat untuk Pola SRI hasilnya sampai 12,3 ton GKP per hektare," ujarnya.

Selain mendongkrak hasil produksi, SRI ini mampu meminimalisasi racun dalam tanah. Sebab, dalam pola SRI penggunaan pupuk anorganik di kurangi sampai 75 persen. Sebagai gantinya, petani memakai pupuk organik dan pestisida nabati. Sisanya, 25 persen lagi masih memanfaatkan pupuk anorganik (kimia)

Karena itu, pola SRI ini akan terus dikembangkan. Tujuannya, untuk menopang ketahanan pangan nasional. Serta, mengembalikan lagi unsur hara tanah.

Hendrawan menyebutkan, luas areal pertanian di Subang lebih dari 85 ribu hektare. Dari luasan tersebut, 8.500 hektarenya sudah menggunakan pola tanam SRI sejak 2010 lalu. Ada 425 kelompok tani yang tersebar di 30 kecamatan, yang telah menerapkan pola SRI. Jadi, masing-masing desa memiliki 20 hektare sawah sebagai demflot SRI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement