REPUBLIKA.CO.ID, SUMBAWA BESAR -- Direksi BPR NTB Cabang Sumbawa M Ikhwan SPt menyatakan pihaknya sangat membutuhkan wartawan, dan karena itu tidak ada maksud, sikap dan tindakan untuk menutup akses insan pers terhadap perusahaannya.
"Kami sangat membutuhkan wartawan untuk promosi. Hal ini dikarenakan promosi melalui media sangat efektif membangun citra perusahaan kami terhadap publik," kata Ikhwan di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat, Jumat, dalam kunjungan ke kantor media massa Gaung NTB.
Penegasan Ikhwan ini untuk menanggapi ramainya pemberitaan yang menyebutkan bahwa pimpinan BPR NTB Sumbawa menutup akses terhadap wartawan.
Ikhwan menyatakan, pihaknya mengaku kaget setelah membaca berita tersebut, apalagi tanpa dilakukan konfirmasi. Di lain pihak, mengingat informasi yang terlanjur terpublikasikan itu bisa berakibat fatal bagi BPR di mata masyarakat.
"Bank ini besar karena masyarakat. Kalau beritanya seperti ini masyarakat menjadi ragu untuk bergabung dengan BPR," ujar Ikhwan.
Dia juga menyesalkan adanya ulasan yang menuding manajemen BPR NTB bobrok, sementara pihaknya telah diundang ke Makassar mewakili Indonesia bagian timur, dan tampil di depan seluruh bupati di wilayah itu.
"Kami ingin pertanyakan ukuran bobrok itu seperti apa," katanya.
Kendati demikian, Ikhwan tetap berharap adanya jalinan harmonis antara BPR dan pers, dalam rangka membangun dan mengembangkan aset daerah ke arah yang lebih baik.
"Paling tidak, bisa kerja sama untuk membangun BPR ini," ucap dia.
Menanggapi hal itu, Redaktur Pelaksana Gaung NTB Zainuddin SE menyatakan bahwa berita yang dipublikasikan merupakan fakta di lapangan.
Untuk mendapatkan informasi di BPR, wartawan Gaung NTB dan beberapa wartawan lainnya sudah melakukan upaya secara patut dan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik.
Sayangnya, harapan wartawan sirna karena akses untuk mendapatkan informasi yang justru menguntungkan BPR dalam membangun citranya, terkesan ditutup.
Mengenai tudingan manajemen BPR sempat bobrok, kata pria yang akrab dipanggil Jen itu, hal ini berangkat dari sikap tertutupnya bank milik daerah tersebut menyangkut sebuah informasi.
Kondisi ini memunculkan kecurigaan dan sinyalemen bahwa sikap seperti ini diduga karena para direksi trauma dengan masa lalu, karena banyaknya pejabat dan karyawan setempat yang terjerat hukum.
Pejabat dan karyawan itu hingga kini masih diproses di pengadilan, serta sebagian telah mendekam di balik jeruji besi. Terlebih lagi, kasus itu merugikan keuangan daerah yang cukup besar, yang notabene adalah uang rakyat Sumbawa.
Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Ketua Komisi II DPRD Sumbawa Lalu Budi Suryata SP, bahwa kinerja BPR tidak signifikan karena banyak terjadi penyimpangan.
Dengan adanya kasus BPR pada masa lalu, legitimasi kepercayaan publik berada di titik nol. Budi menambahkan, saat ini BPR masih dalam pertumbuhan setelah terpuruk.
"Jangan sampai hal ini tercederai dengan sikap oknum yang ada di BPR," ujar Budi, seraya menyatakan peliputan oleh media akan menciptakan kepercayaan masyarakat atas BPR.