Selasa 25 Mar 2014 19:32 WIB

Popularisme Jokowi Bukan Obat Mujarab Bagi Indonesia

Jokowi
Foto: ROL
Jokowi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --- Calon presiden yang diusung PDI Perjuangan Joko Widodo dinilai cukup populer karena kepemimpinannya yang merakyat.

Menurut Direktur Eksekutif IndoStrategi Andar Nubowo, populisme Jokowi sebenarnya rapuh dan rentan jatuh pada mitos dan mistifikasi politik yang irasional. Dengan minimnya pengalaman nasional, Jokowi justru dikhawatirkan akan mengecewakan rakyat Indonesia apabila terpilih sebagai Presiden RI.  

"Namun, sebagian publik kadung percaya dan suka dengan gaya kepemimpinan Jokowi itu. Survei-survei kuantitatif membuktikan betapa Jokowi itu sangat populer," ujar Andar kepada wartawan, Selasa, (25/3).

Menurut dia, realitas politik itu mesti dihadapi. ''Jika popularitas Jokowi tak terbendung, sebagian memprediksi Jokowi Presiden RI selanjutnya," tutur Andar.

Andar menegaskan, populisme Jokowi bukan panacea atau obat mujarab bagi Indonesia. Ia menilai Jokowi butuh pendamping yang punya pengalaman di tingkat nasional dan internasional karena melihat tantangan domestik dan global yang dihadapi Indonesia saat ini.

??Menurutnya, Gita Wirjawan memiliki kriteria tersebut. Selain memiliki kesamaan dengan Jokowi dari aspek pemimpin muda, kompetensi, integritas, dan pengalaman birokrasi, dan satu lagi bisa melengkapi satu sama lain.

"Gita Wirjawan, dalam konteks ini, memiliki keunggulan-keunggukan komplementatif itu," ungkap alumnu EHESS Paris, Prancis ini.

Menurut dia, Gita punya pengalaman di bidang birokrasi. Gita pernah menjadi Kepala BKPM dan Menteri Perdagangan, sehingga paham seluk beluk bidang investasi, ekonomi dan perdagangan nasional dan internasional. Selain itu, Gita juga dikenal sebagai pengusaha sukses.

Andar menegaskan, sosok Gita dibutuhkan karena perannya tidak bisa dipisahkan dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin diapresiasi publik internasional saat masih di pemerintahan. Apalagi saat ini, Indonesia tidak bisa tidak harus bekerja sama dengan negara-negara lain.

"Asalkan kepentingan nasional tetap dijaga dan menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar lagi. Tapi Gita tampaknya cukup memahami national interest itu, sehingga beberapa waktu lalu Australia sempat marah dengan kebijakan-kebijakan Gita," beber  dosen FISIP UIN Jakarta ini.

Selain punya jaringan internasional yang cukup kuat dalam bidang ekonomi dan perdagangan, Gita yang merupakan alumnus Harvard University, AS ini juga punya network dalam bidang pendidikan. Namun, karena kedekatnnya dan pergulan internasionalnya, Gita dianggap sebagai agen asing dan kepentingan global.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement