Senin 24 Mar 2014 10:45 WIB

Permintaan Uang Tebusan untuk Satinah Tak Masuk Akal

Rep: Esthi Maharani/ Red: Muhammad Hafil
djoko suyanto
Foto: antara photo-ismar partrizky
djoko suyanto

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Djoko Suyanto mengatakan permintaan uang tebusan untuk TKI Satinah tidak masuk akal. Keluarga korban meminta sekitar 7,5 real atau setara dengan Rp25-26 miliar. 

"Permintaan uang tebusan dari keluarga sangat tidak masuk akal. Padahal dulu permintaan tidak sebesar itu," katanya, Senin (24/3). 

Sepengetahuannya dan berdasarkan informasi dari dubes RI di Saudi, secara tradisional permintaan uang tebusan keluarga korban tidak pernah sebesar itu.

Kisaran uang tebusan yang 'biasanya' diajukan antara 100-150 Real atau setara dengan Rp1-2 miliar. Ia juga mengaku dalam rapat-rapat yang dipimpinnya, selalu dipertimbangkan tentang jumlah uang yang terlalu besar itu disertai dengan upaya melobi dan renegosiasi dengan pihak keluarga.  

"Memang permintaan itu (uang tebusan Rp 25-26 miliar) tidak bisa diukur dengan harga nyawa. Tetapi itu berlebihan dan bisa jadi komoditi tidak bagus di masa depan," katanya. 

Ia mengingatkan Satinah telah divonis melakukan pembunuhan dan perampokan. Vonis telah dijatuhkan oleh pengadilan setempat. Yang bisa diupayakan oleh pemerintah adalaah melakukan renegosiasi dengan pihak keluarga korban. 

"Itu putusan pengadilan, kita sudah lakukan upaya banding dan lain-lain. Tapi kuncinya akhirnya di keluarga korban," katanya. 

Ia juga mengingatkan tentang koin-koin yang sekarang sedang dikumpulkan oleh masyarakat untuk Satinah. Menurutnya, masyarakat harus bisa melihat persoalan tersebut secara utuh. 

"Sekarang yang sedang dibangun, seolah pemerintah tidak peduli dengan TKI. Sudah puluhan kali tim kita ke Saudi. Penggalangan koin mungkin tak mengerti kasus yang terjadi. Jangan sampai nanti kejadian lalu, begitu dikumpulkan, diberikan justru digunakan untuk hal yang tidak sepatutnya," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement