Ahad 23 Mar 2014 17:35 WIB

Soal Suvenir iPod, KPK: Jangan Terjebak Harga

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Mansyur Faqih
Gedung KPK
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menelaah laporan penerimaan iPod dari pesta pernikahan anak Sekretaris M Nurhadi. Sejauh ini sudah ada penyelenggara negara yang melaporkan penerimaan iPod itu kepada KPK.

Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono mengatakan, penelaahan mengenai pelaporan gratifikasi itu mencakup beberapa hal. Antara lain, mengenai kronologi penerimaan (5W + 1H) dan nilai objek penerimaan. "Dan hubungan pemberi dan penerima," ujar dia, Ahad (23/3).

Terkait dengan nilai objek, Giri mengatakan, KPK akan melihat dari sisi penerima dan juga harga pasaran. Namun, persoalan gratifikasi ini seharusnya tidak terlalu fokus hanya seputar harga. 

"Sebaiknya kita jangan terjebak dengan harga iPod. Namun fokus keteladanan pegawai negeri untuk tidak menunjukkan kemewahan di tengah bangsa yang masih banyak orang miskin," kata dia.

Menurutnya, dalam ketentuan tentang gratifikasi, baik dalam UU Pemberantasan Tipikor dan UU KPK, tidak ada batasan nilai. Karena itu, penyelenggara negara atau pegawai negeri yang mendapatkan diwajibkan untuk melaporkan penerimaan apa pun. "Rujukannya UU Tipikor dan KPK," ujar dia.

Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) Cabang Mahkamah Agung (MA) menyatakan harga iPod itu sekitar Rp 500 ribu. Sehingga tidak perlu dilaporkan. 

Giri menyatakan, batasan itu ada dalam ketentuan di MA. Namun berdasarkan ketentuan di KPK, tidak ada batasan nilai barang. Karena itu, ada pendalaman-pendalaman lain. "Sehingga perlu klarifikasi hubungan pemberian dengan jabatan penerima, atau ada unsur lain misalnya konflik kepentingan," kata dia.

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, sudah ada beberapa yang melapor mengenai pemberian iPod itu. Hingga Jumat (21/3), ada sembilan orang yang melapor. 

Yaitu ada dari Dinas Pemuda dan Olahraga Pemprov DKI Jakarta, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, MA, Komisi Yudisial, Ombudsman, serta dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). "Kemungkinan masih akan ada lagi yang melaporkan ke KPK," kata dia, Ahad.

KPK mempunyai waktu maksimal 30 hari kerja untuk menentukan status gratifikasi tersebut. Lembaga antirasuah itu nanti akan menetapkan dengan berbagai pertimbangan apakah gratifikasi itu diperbolehkan atau tidak. 

Memang tidak ada ancaman sanksi bagi yang tidak melapor. Namun, Johan tetap menghimbau, pegawai negeri atau penyelenggara yang menerima gratifikasi untuk berinisiatif melaporkan. "Kita himbau melaporkan. Bukan minta menyerahkan, tapi melaporkan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement