Jumat 21 Mar 2014 15:10 WIB

Pengusaha Reklame Nakal Bisa Dihukum Lima Tahun Penjara

Rep: C30/ Red: Yudha Manggala P Putra
Penertiban reklame/Ilustrasi
Foto: Antara
Penertiban reklame/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pengusaha reklame nakal yang tidak mematuhi aturan bisa dijerat pidana selama lima tahun penjara. Hal itu sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 8 ayat 1 huruf 'a'.

Dalam pasal tersebut dijelaskan, bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketua Umum Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Firman Turmantara mengatakan, di Pasal 62 dalam UU itu telah memuat penjelasan Pasal 8 untuk pemberian sanksi pidana hingga setinggi-tingginya lima tahun penjara.

"Berkaitan iklan yang begitu marak, dalam perspektif saya sangat mengganggu konsumen dan bisa dijerat dengan pasal itu. Bisa dipenjara maksimal lima tahun penjara," katanya saat dihubungi, Jumat (21/3).

Menurut Firman, adanya dua megatron besar berisi iklan rokok di Jalan Asia-Afrika dan Jalan Merdeka dinilai Firman sebagai ketidaktegasan dalam implementasi di lapangan. Apalagi, diketahui, ijin iklan tersebut ternyata sudah lewat dari yang ditentukan. Menurutnya, pengusaha reklame yang memasang itu sudah bisa dijerat dengan UU perlindungan konsumen tersebut. Firman mensinyalir masih banyak reklame ilegal serupa yang ada di Kota Bandung.

Dikatakan dia, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 yang melarang pemasangan iklan rokok pada reklame yang ada di jalan secara otomatis mengacu pada UU Perlindungan Konsumen. Bahkan, kata Firman, pengusaha reklame nakal bisa dijerat secara perdata dan administrasi negara. "Itu merupakan payung hukum dan tidak ada pembenaran untuk berkelit," ujar dia.

Dia menambahkan, Pemkot juga bisa dijerat dengan UU Perlindungan konsumen jika terbukti melakukan pembiaran terhadap hal tersebut. Kalau memang ada, lanjutnya, masyarakat bisa mengadu ke Ombudsman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement