Rabu 19 Mar 2014 21:33 WIB

Survei KPK: Mayoritas Masyarakat Anggap Politik Uang Hal Lumrah

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Mansyur Faqih
Gedung KPK
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan survei persepsi masyarakat terkait pemilu pada 2013, salah satunya mengenai politik uang. Hasil survei menunjukkan sebagian besar masih menganggap politik uang sebagai hal yang lumrah.

"Hasil survei KPK menunjukkan 71,72 persen publik menganggap politik uang itu lazim," ujar Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di Jakarta, Rabu (19/3).

Dari hasil survei terlihat persepsi masyarakat di 10 kota besar di Indonesia terkait politik uang. Misalnya di Medan, 88 persen publik menilai politik uang sebagai hal lazim. Persentase lebih dari 80 persen juga ada di beberapa kota besar lain. 

Seperti di Jakarta (84,89 persen) dan Ambon (86,67). Kemudian di Palembang (70,10), Bandung (66,87), Surabaya (77,02), Denpasar (55,25), Mataram (44,29), Makassar (64) dan Samarinda (29,23). 

Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan pernah melihat bagaimana pandangan masyarakat terhadap politik uang. Saat mengunjungi suatu daerah saat pemilukada, ia melihat dua poster besar. 

Pertama bertuliskan 'Siap Menerima Serangan Fajar'. Kemudian 'Terima Uangnya Jangan Pilih Orangnya'. "Ini sudah mulai orang meledek-ledek bangsa ini dengan cara-cara seperti itu," kata dia.

Menurut Gamawan adanya persepsi politik uang sebagai hal lumrah memang menjadi masalah. Namun semua pihak tidak boleh pesimis. Karena masih ada proses yang dapat ditempuh untuk melakukan perbaikan dalam penyelenggaraan pemilu. "Ini proses yang harus terus berjalan. Harus kita sempurnakan dari waktu ke waktu," ujar dia.

Pandu mengatakan, masyarakat sudah lebih pintar terkait politik yang tersebut. Karenanya, ada potensi para caleg untuk menggunakan jalan lain. Yaitu, menggunakan penyelenggara negara. Untuk mencegahnya, KPK sudah mengingatkan mengenai potensi gratifikasi.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, hasil penelitian juga menunjukkan fenomena terkait pemilu. yaitu, ada indikasi penggunaan dana hibah yang jauh lebih meningkat ketimbang bantuan sosial. 

Setelah diselidiki, katanya, ternyata dana itu mengalir antara lain ke lembaga yang berafiliasi dengan kepala daerah. "Ini juga harus diperhatikan," kata dia.

Bambang juga mengatakan, sejak pertengahan tahun lalu terjadi peningkatan pemberian izin terkait sumber daya alam. Namun, ada ketidakjelasan indikator dalam memberikan izin tersebut. 

"Begitu dicek apa indikatornya memberikan satu dari lima itu, tidak ada. Artinya terjadi eksploitasi sumber daya alam dalam konteks pemberian izin," kata dia.

Bambang juga mengatakan, terjadi putaran uang yang tinggi dalam 3-6 bulan terakhir. Namun putaran uang ini justru terindikasi tidak mendukung pemilu yang berintegritas. 

Ia mengatakan, KPK mewaspadai perputaran uang itu mengalir ke caleg. Karenanya, KPK melakukan pengawasan dalam hal gratifikasi lantaran ada potensinya pada para caleg incumbent. "Kami tingkatkan kontrolnya. Kami surati calon incumbent," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement