REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Jabatan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang selama tujuh tahun dijabat Jumhur Hidayat akhirnya diganti. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencopot Jumhur, dan menunjuk Mantan Duta Besar Indonesia untuk Saudi Arabia, Gatot Abdulah Mansyur sebagai Kepala BNP2TKI yang baru.
Pencopotan Jumhur yang sudah melewati masa tugas selama dua tahun sebagai Kepala BNP2TKI banyak dikaitkan dengan manuver politik Jumhur yang tiba-tiba bergabung dengan Partai PDI Perjuangan (PDIP). Namun, Sekretaris Kabinet Dipo Alam menjelaskan bahwa salah satu pertimbangan memberhentikan Jumhur adalah penyegaran organisasi setelah tujuh tahun Jumhur berkiprah di lembaga yang langsung bertanggungjawab kepada Presiden ini.
Menurut Dipo, berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), jabatan eselon I yang dijabat Jumhur hanya dapat diduduki paling lama lima tahun. Oleh karena itu, pejabat eselon I yang sudah melampaui batas waktu tersebut harus dimutasikan ke jabatan lain atau diberhentikan.
Irma Suryani, Ketua Gerakan Massa Buruh (Gemuruh) Partai NasDem, justru mempertanyakan keterlambatan presiden memecat Jumhur. Kenapa baru dipecat sekarang setelah Jumhur bergabung ke partai politik.
''Jumhur memang layak untuk dipecat, karena saya melihatnya sebagai kutu loncat dan tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap jabatan yang dipercayakan padanya. Kinerjanya pun tak ada yang bisa dipuji, sekaliber aktivis buruh semacam Jumhur tak bisa mengurusi soal buruh ini sangat keterlaluan. Tapi, harusnya presiden sudah memecat Jumhur dari dua tahun lalu,'' paparnya.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit mengatakan, pemecatan kepala BNP2TKI pasti ada hubungannya dengan aksi politik Jumhur yang bergabung ke partai PDI Perjuangan (PDIP). ''Masuknya Jumhur ke PDIP salah satu tujuannya pasti untuk mengambil suara kaum buruh. Suara buruh akan sangat dibutuhkan oleh PDIP, walaupun tak terlalu banyak namun cukup berpengaruh,'' ucap Arbi.
Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendry Satrio, melihat pemecatan Jumhur adalah bagian dari gaya komunikasi politiknya yang tidak cantik. ''Sejak awal saya melihat, komunikasi politik yang dilakukan Jumhur sudah tidak tepat dan salah sasaran. Apa yang dilakukan Jumhur tidak pas secara etika. Sementara itu, mengapa presiden memecat, saya melihatnya karena presiden ingin menyampaikan pesan bahwa pejabat yang direkrut olehnya jangan terlibat secara tiba-tiba menjadi partisan politik,'' tutur Hendry.
Irma Suryani, Ketua Gerakan Massa Buruh (Gemuruh) Partai NasDem, justru mempertanyakan keterlambatan presiden memecat Jumhur. Kenapa baru dipecat sekarang setelah Jumhur bergabung ke partai politik.
''Jumhur memang layak untuk dipecat, karena saya melihatnya sebagai kutu loncat dan tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap jabatan yang dipercayakan padanya. Kinerjanya pun tak ada yang bisa dipuji, sekaliber aktivis buruh semacam Jumhur tak bisa mengurusi soal buruh ini sangat keterlaluan. Tapi, harusnya presiden sudah memecat Jumhur dari dua tahun lalu,'' paparnya.