Rabu 19 Mar 2014 18:11 WIB

Kepres Penyebutan Cina Sarat Kepentingan Politik

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Bilal Ramadhan
Anton Medan
Foto: Republika/Musiron
Anton Medan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Keputusan Presiden (Kepres) berkaitan dengan perubahan penyebutan Cina menjadi Tiongkok dinilai sarat kepentingan politik. Diantaranya, adalah untuk meraih simpati masyarakat keturunan Tionghoa yang sudah tersebar di seluruh penjuru Indonesia.

“Namanya tahun politik ya apapun dilakukan untuk meraih simpati,” jelas Ketua Umum Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Anton Medan atau disebut juga Ramdhan Effendi.

Tokoh dengan nama lain Tan Kok Liong, ini menyatakan tidak menutup kemungkinan kepres ini dikeluarkan untuk mencari suara dan simpati berbagai kalangan terkait dengan perolehan suara pada pileg tahun ini.

Ia bertanya–tanya kenapa baru sekarang peraturan Cina disebut Tionghoa dikeluarkan, bukan dari sejak awal Presiden SBY memimpin. Padahal, warga keturunan Tionghoa sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka. Bahkan warga Tionghoa, jelasnya, berkontribusi dalam syiar Islam di Indonesia. Laksamana Cheng Ho yang pernah mendirikan masjid berbentuk Klenteng di Jawa Timur adalah bukti eksistensi dakwah muslim Tionghoa di Indonesia.

 

Yang paling penting menurutnya, jangan ada sinisme dalam penyebutan cina ataupun Tionghoa. Dia mencontohkan sinisme seperti sebutan, “Ahok plat apapun tetap Cina.” Pernyataan ini, jelasnya, mengandung sinisme terhadap keturunan Tionghoa.

 

Warga keturunan apapun, selama berdarah Indonesia, harus dihargai dan dihormati eksistensinya. Mereka semua hidup bersama–sama membangun negeri ini. Mereka semua berupaya maksimal menjaga kesatuan RI.

Namun begitu, ia menyatakan kesyukurannya. Saat ini keturunan Tionghoa semakin berperan dalam membangun negeri ini. Tidak kurang dari 1.600 calon anggota legislatif tingkat I dan II propinsi tampil. Sedangkan caleg DPR RI dari berbagai partai yang tampil saat ini mencapai lebih dari 200 orang. “Ini menunjukkan iklim demokrasi yang sehat,” paparnya.

 

Presiden RI telah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014. Kepres ini lahir dari kondisi pulihnya hubungan baik dan semakin eratnya hubungan bilateral dengan Tiongkok, maka dipandang perlu sebutan yang tepat bagi negara People’s Republic of China dengan sebutan negara Republik Rakyat Tiongkok.

Melalui Keppres No. 12/2014 tertanggal 14 Maret 2014 itu, Presiden SBY mencabut dan menyatakan tidak berlaku Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement