Senin 17 Mar 2014 20:13 WIB

Tanggulangi Bencana, Sistem Komunikasi Terintegrasi Dibutuhkan

  Kepulan asap dari hutan terbakar terlihat di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Kabupaten Bengkalis, Riau, Jumat (28/2).   (Antara/Satgas Bencana Asap Riau)
Kepulan asap dari hutan terbakar terlihat di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Kabupaten Bengkalis, Riau, Jumat (28/2). (Antara/Satgas Bencana Asap Riau)

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG  --  Deputi Bidang Rekonstruksi dan Rehabilitasi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Wisnu Widjaja menilai sistem komunikasi yang ada di Indonesia harus terintegrasi dalam satu posko sehingga mempermudah dalam memperoleh dan menyebarkan informasi penanggulangan bencana.

"Indonesia memiliki banyak sistem komunikasi seperti pihak TNI, pihak swasta, satelit BNPB, RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia), ORARI (Organisasi Amatir Radio Indonesia) semestinya alat itu terintegrasi," katanya pada pembukaan Mentawai Megathrust Disaster Relief Exercise (DiREx) di Padang, Senin (17/3).

Ia mengatakan dalam simulasi yang diikuti 18 negara itu, sistem komunikasi terebut akan diuji coba dan menjadi satu kesatuan berupa video, audio, teks, yang terhubung dengan koneksi internet. Nantinya seluruh data yang diterima akan terkumpul dalam suatu posko yang terletak di Kelurahan Indarung, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar).

"Ini yang akan kita uji coba dalam simulasi nanti," katanya.

Ia tak menampik sistem komunikasi khususnya dalam kebencanaan di Indonesia masih terdapat sejumlah kelemahan. Saat bencana Tsunami di Kabupaten Kepulauan Mentawai pada 25 Oktober 2010, BNPB justru terlambat mengetahui akibat telatnya memperoleh komunikasi. Hal ini terjadi akibat masih belum baiknya sistem komunikasi di daerah tersebut.

"Perbaikan struktur informasi merupakan salah satu manfaat dari acara ini," katanya.

Manfaat lainnya meningkatkan kapasitas aparat termasuk pengetahuan masyarakat dalam kebencanaan sehingga adanya korban jiwa saat terjadi bencana dapat diminimalisasi. Selain itu, pelibatan negara-negara asing dimaksudkan agar terjadi koneksi sistem dengan Indonesia sehingga bila terjadi bencana, pihak negara asing mengatahui mekanisme dalam hal pemberian bantuan membantu.

"Saat bencana Aceh, kami belum memiliki pengalaman, sehingga ada bantuan yang menumpuk, dengan simulasi ini diharapkan ini tidak akan terjadi lagi," katanya.

Sementara itu, Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno mengatakan acara Megathrust Disaster Relief Exercise (DiREx)yang digelar di Padang pada 17 hingga 23 Maret 2014, hanya merupakan persiapan sebagai bentuk antisipasi jika terjadi gempa di Sumbar.

"Banyak orang rantau yang bertanya kepada saya bahwa akan terjadi di Tsunami di Padang karena warga sudah bersiap-siap untuk latihan. Saya tegaskan kita tidak tahu kapok Tsunami datang. Ini hanya persiapan antisipasi jika bencana memang benar-bener terjadi," katanya.

Ia mengatakan simulasi tersebut dipersiapkan sudah sejak dua tahun terkahir dengan tujuan agar setiap pemangku kepentingan (stake holder) TNI, BPBD, pemerintah kabupaten/ kota, pemerintah provinsi, PMI, Tenaga Siaga Bencana (Tagana), dan relawan atau yang akan dilakukaan setelah bencana.

"Kalau ada kejadian bencana, mereka sudah tahu tugas masing-masing dan tidak perlu lagi rapat. Masyarakat langsung tahu untuk menyelamatkan diri ke shelter," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement