REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemadaman titik api dan penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dinilai tidak menyelesaikan persoalan tahunan di Provinsi Riau. Pemerintah harus tegas terhadap perusahaan yang berdiri di lahan tersebut.
Direktur Ekskutif Wahli, Abet Nego Tarigan mengatakan, perlu ada efek jera atas tindakan pemanfaatan lahan di Riau. Paling tidak dalam upaya jangka menengahnya, pihak penegak hukum harus memberikan tindakan tegas serta monitoring yang kuat di daerah itu.
"Penegakan hukum terhadap korporasi jauh lebih penting ketimbang perorangan. Kalau perlu evaluasi kembali perizinan mereka," kata Abet saat dihubungi Republika, Ahad (16/3).
Dia menambahkan, selama ini dari penegakan hukum memberi ruang prusahaan bebas sanksi. Itulah kenapa, peristiwa ini secara terus menerus terjadi di Riau. Apalagi kondisinya kawasan gambut terbesar di Indonesia yang tata guna lahannya dianggap rusak.
Ke depan, perusahaan yang belum beroperasi, harus segera ditarik perizinannya. Sebab khawatir teknologi pemanfaatan area yang mereka gunakan, akan menghasilkan api sehingga memicu kebakaran hutan seperti sebelumnya.
"Itu penting, sebab di sana, lahan dikuasai oleh korporasi. Jadi penindakannya harus langsung terhadap perusahaan tersebut," ujar dia.
Pemerintah daerah (Pemda) juga jangan sembarang memberi rekomendasi perizinan. Berdasarkan pengalaman sekarang, mereka tidak mampu melakukan pengawasan. Maka, lebih baik, tidak ambil putusan yang hanya menguntungkan satu pihak.
Apalagi, iklim di Indonesia ini akan mengalami musim kemarau panjang sehingga, pemanfaatan lahan menjadi sangat penting. Selain masalah penegakan hukum, Pemerintah juga perlu melakukan edukasi terhadap warga agar tidak rutin melakukan hal serupa.
"Solusi kedua, pendidikan terhadap publik atas bahaya pembakaran hutan, menjadi poin penting yang harus dilakukan pemerintah," kata dia.