REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Muhammadiyah menganggap membeli lahan pekuburan mewah sama saja dengan melakukan hal mubadzir dan sia-sia.
"Dari aspek ekonomi sangat bertentangan dengan hukum syariah sebab kekayaan itu harus berputar. Begitu juga dilihat secara fikih dan muamalah," ujar Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah Syafruddin Anhar, Selasa (11/3).
Menurutnya, uang yang dikeluarkan akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk investasi atau membantu orang lain. Ia menilai harta merupakan amanah dari Allah sehingga harus bergulir pada orang yang berhak, seperti fakir miskin.
Syafruddin berpendapat kuburan merupakan milik publik yang bisa ditempati masyarakat. Kuburan bukan milik pribadi. Ketika ada seorang Muslim yang meninggal dunia, Muslim lainnya wajib menshalatkan dan bertakziah. Dari sini terlihat makan adalah milik masyarakat.
"Pemakaman mewah harus ditutup karena ini membisniskan ibadah. Mereka yang membuat pekuburanmewah tidak paham syariah," katanya.
Ia meminta agar tanah wakaf untuk kuburan digalakkan kembali. Di Muhammadiyah sendiri terdapat Majelis Penolong Kesengsaraan Umat (MPKU) yang bertugas mengurus kematian. Namun, majelis ini tidak mengurus soal makam. Tugas majelis ini membantu menyediakan kain kafan gratis, mengantar jenazah dengan ambulans hingga ke kuburan umum. Dananya berasal dari zakat, infaq dan sedekah.