REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penggunaan dana Linmas harus diawasi ketat. Jangan sampai dana ini mengarah kepada pemborosan. Pakar Politik Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, menyatakan akuntabilitas penggunaan anggaran mutlak diperlukan.
“Jangan sampai uang rakyat disia-siakan atau tidak sesuai dengan peruntukannya,” papar Andrinof, saat dihubungi, Selasa (11/3).
Menurutnya, Linmas silahkan saja mengawasi setiap tempat pemungutan suara (TPS), tapi jangan sampai melangkahi tugas Polri dan TNI yang menjadi leading sector pengamanan penyelenggaraan pemilu. Polri dan TNI menurutnya lebih berkepentingan dalam melindungi masyarakat dalam bentuk pengamanan dan pengawasan.
Dua lembaga ini akan menindak tegas siapapun yang mengganggu penyelenggaraan pemilu. “Apalagi yang mengarah ke pidana, tentu akan diproses,” paparnya. Sementara Linmas, menurutnya hanya membantu pengawasan.
Komisi Pemilihan Umum menganggarkan dana sebesar Rp 1,7 triliun untuk keberadaan personel Perlindungan Masyarakat (Linmas) di setiap tempat pemungutan suara (TPS) pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden-Wakil Presiden mendatang.
Dana Linmas berada di luar anggaran Pemilu 2014 sebesar Rp 14,4 triliun. Rencananya, honor untuk satu orang anggota Linmas di TPS sebesar Rp 350 ribu, sama dengan honor anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Keberadaan anggota Linmas diperlukan untuk tiga kali penyelenggaraan pemungutan suara, yakni pileg, pilpres putaran pertama serta pilpres putaran kedua.
Dana tersebut lebih besar dari dana Mabes Polri yang hanya mendapatkan kucuran pengamanan pemilu sebesar Rp 1 triliun dari estimasi yang perlu sebesar Rp 3,5 triliun. Polri juga membutuhkan dana Rp 3,5 triliun untuk mengamankan pemilu.
Dana tersebut akan digunakan dalam tiga biaya operasional pengamanan 2014. Untuk masa pileg, Polri membutuhkan dana Rp 1.266.692.981.000, sedangkan untuk pilpres sebesar Rp 1.145.004.568.000. Sisanya untuk operasional pengamanan tahun 2014 keseluruhan, termasuk kemungkinan pilpres dua putaran.