REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat menjabat menkopolkam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah menyandang gelar sebagai penutur bahasa Indonesia terbaik. Gelar datang dari lembaga yang memiliki legitimasi, yaitu Pusat Bahasa.
Setelah menjadi presiden, gelar itu tak pas lagi baginya. Bahasa gado-gado alias campur-campur sekarang menjadi pegangan SBY.
Ia mencampuradukkan penggunaan bahasa Indonesia dan Inggris dalam setiap kesempatan. Bahkan, untuk istilah sederhana yang padanannya mudah ditemukan dalam bahasa Indonesia.
Pada pertemuan dengan para pemimpin redaksi, Senin (10/3) malam, bahasa gado-gado SBY hadir pada level sangat tinggi.
Ia, misalnya, menggunakan kata-kata 'ingin pemilu peaceful' alih-alih pemilu damai. Ia juga memakai frase seperti scientific factor, failed state, legal certainty, common interest, so far, equally distributed, up-down, bottlenecking, economic development, political party, spokeperson, over time, dan decision maker.
Ia juga menggunakan kata-kata company, certain, confidence, win, endorse, homeworks, progress, continuity, private, dan policy. Ia menggunakan kalimat I have to say, I was elected, my point is, politics is politics, if something happens, anything can happen, I might be wrong, I do not know, dan what’s going on.
Di Singapura, bahasa gado-gado ‘’Singlish’’ hanya ada di pasar dan jalan raya. Tidak di lembaga formal seperti sekolah dan pemerintahan. Di Indonesia, penggunaan bahasa Indonesia oleh presiden merupakan amanat UU No 24/2009.