Senin 10 Mar 2014 20:33 WIB

'Tidak Mudah Buat Draf PK Berkali-kali'

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Djibril Muhammad
Gedung Mahkamah Konstitusi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Gedung Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kritikan terus mengemuka terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan UU 286 Ayat 3 tentang KUHAP perihal peninjaun kembali (PK).

Banyak pihak menilai, dengan kesempatan permohonan PK berkali-kali maka terpidana dapat terus menghindari hukuman dari proses eksekusi. Khususnya hukuman mati bagi terpidana Narkoba.

Pengacara Fredrich Yunadi pun setuju dengan anggapan tersebut. Namun menurut dia, segala hal memiliki dampak positif dan negatif. Termasuk keputusan MK terkait PK ini.

 

"Iya, memang ada peluang PK berulang kali membuat suatu keputusan berlarut-larut tapi kan tetap keadilan bisa didapatkan dengan status perkara yang terus dikaji ulang dengan tambahan bukti baru," ujar pemilik kantor advokasi Yunadi & Associates ini di Jakarta Senin (10/3).

 

Fredrich mengatakan, meski tak menampik akan munculnya kesempatan bagi terpidana untuk terus berkelit dari hukum dengan PK, namun menurutnya nilai positif dari putusan MK masih sangat tinggi.

Dengan dibolehkannya PK lebih dari satu kali maka terpidana dapat mencari terus bukti yang menguatkan kalau dia tidak bersalah. Lagipula menurutnya, keputusan MK sudah final dan hars diikuti oleh seluruh lembaga hukum.

 

Tapi, kata dia, bukan berarti lantas keputusan MK malah membuat mundur tegaknya hukum di Indonesia. Menurutnya, meksi ada kesempatan mengajukan PK berkali-kali, tidak membuat terpidana bisa seenaknya tidak mendapatkan hukuman.

 

"PK kan baru boleh diajukan jika ada bukti baru din ovum, kalau tidak ada itu tidak bisa, sehingga yang tidak bisa sembarangan, apalagi bukti yang dicari-cari, itu tidak mudah," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement