REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gempa tektonik yang mengguncang wilayah Malang, Jawa Timur pada Ahad (9/3) pukul 20.00 WIB, ternyata menyebabkan aktivitas Gunung Merapi mengalami kenaikan sesaat.
Menurut Kepala Balai Penyelidikan dan Penelitian Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Subandriyo, gempa tersebut menyebabkan guncangan di perut bumi termasuk di pusat magma sehingga memacu pelepasan gas yang ada di atasnya.
"Pelepasan gas ini yang menyebabkan terjadinya hembusan di puncak Merapi, Senin (10/3) pagi tadi," katanya di kantor BPPTKG, Senin (10/3).
Embusan berupa asap solfatara yang membentuk kolom dari puncak Merapi terdeteksi pada Senin pagi pukul 06.54 WIB dan berlangsung secara terus menerus hingga pukul 07.08 WIB. Asap solfatara tersebut tingginya mencapai 1,5 kilometer dan condong ke arah barat daya, namun abu turun di lereng timur karena pengaruh angin.
Kolom asap ini menyebabkan hujan abu tipis di wilayah Timur gunung Merapi. Hujan abu ini menimpa wilayah Deles, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dan sekitarnya.
Hembusan asap semacam itu, menurutnya, sering terjadi di puncak Merapi pascaerupsi 2010 lalu. Namun hingga saat ini status Merapi masih aktif normal. Meskipun aktivitas tersebut sempat menyebabkan gempa vulkanik sesaat di Merapi.
"Warga tidak perlu khawatir dan tidak perlu mengungsi. Aktivitas kegempaan sudah kembali normal. Namun warga tetap diminta waspada dan kami akan terus melakukan pemantauan," katanya.