Sabtu 08 Mar 2014 17:37 WIB

Pengamat: Pancasila Harus Disosialisasikan ala Salesman

Seminar Demokrasi Pancasila
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Seminar Demokrasi Pancasila

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA-- Pengamat dan dosen filsafat Romo J Haryatmoko menyatakan Pancasila harus disosialisasikan ala "salesman" agar mudah memasyarakat karena ideologi yang abstrak bisa diturunkan menjadi hal yang sederhana.

"Salesman itu selalu menjual barang dagangannya dengan bahasa yang sederhana sesuai dengan sasaran, misalnya orang kota dan desa itu beda," katanya dalam Simposium Nasional Filsafat IV di Universitas Katolik (Unika) Widya Mandala Surabaya, Sabtu.

Dalam simposium bertajuk "Masih Perlukah Demokrasi Pancasila di Indonesia?" yang juga menampilkan peneliti LIPI Yudi Latif MA itu, ia menjelaskan pemasyarakatan Pancasila ala "salesman" itu ada tiga model penyederhanaan yakni konsep, dimensi, dan indikator.

"Jadi, ada penyederhanaan ala salesman dengan mengubah konsep menjadi dimensi dan akhirnya menjadi indikator-indikator," kata pengajar Filsafat pada Universitas Sanata Dharma dan Pascasarjana UI ini.

Ia mencontohkan konsep "keadilan sosial" yang diturunkan dalam beberapa dimensi, seperti kemiskinan, diskriminasi, dan kesenjangan informasi, lalu diturunkan menjadi indikator dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat sesuai dengan dimensi-dimensi itu.

"Misalnya, dalam sektor pendidikan, maka pendidikan tidak harus untuk mereka yang pintar-pintar saja, karena itu guru atau dosen juga harus mendidik mereka yang bodoh dengan cara yang sesuai dengan sasaran yang ada," katanya.

Selain itu, konsep "keadilan sosial" juga dapat diturunkan dalam dimensi lain, seperti inklusif, solidaritas, dan pengakuan yang sama di depan hukum, sehingga dimensi itu dapat diturunkan menjadi indikator dalam sektor kehidupan yang lain.

"Dengan model ala salesman itu pun kita dapat menerjemahkan demokrasi permusyawaratan dalam sila keempat Pancasila secara sederhana dan bahkan kritis," katanya. Menurut dia, Demokrasi Pancasila yang berkembang saat ini masih dalam versi elit, sehingga hal itu menyalahi Pancasila, karena Pancasila itu mementingkan keseimbangan antara elit dan rakyat.

"Jadi, demokrasi yang ada saat ini harus dikoreksi dengan menambahkan cara-cara yang memungkinkan masyarakat turut berperan. Saya menyarankan perlu ada yang namanya warga kompeten," katanya.

Ia menjelaskan "warga kompeten" adalah warga yang selalu membuat laporan kritis terhadap berbagai layanan publik atau perlakuan dari kalangan eksekutif, legislatif, dan yudikatif terhadap dirinya. "Laporan warga yang dilakukan secara rutin itu dihimpun oleh LSM atau organisasi kemasyarakatan, lalu LSM yang menerima laporan warga kompeten itu melakukan dialog dengan eksekutif, legislatif, dan yudikatif secara rutin pula. Itulah Demokrasi Pancasila," katanya.

Dalam kesempatan itu, peneliti LIPI Yudi Latif MA menilai evaluasi masyarakat terhadap proses jalannya demokrasi itu sangat penting, sebab era reformasi itu ada yang tidak benar pula. "Misalnya, Amendemen UUD 1945 itu ada yang benar, seperti pembatasan jabatan Presiden, namun ada pula yang tidak benar, seperti penghilangan peranan MPR," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement