Kamis 06 Mar 2014 20:00 WIB

KPK Tampung Ide Menggunduli Koruptor

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA --  Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku siap menampung ide atau wacana menggunduli koruptor jika sudah melalui prosedur yang berlaku dan ditetapkan aturan hukumnya.

"Kalau itu masukan dari masyarakat dan sudah melalui tahapan serta kesepakatan sejumlah pihak dan ada aturannya, tentu pimpinan akan membahasnya," ujar Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ketika ditemui usai menjadi pembicara lokakarya antikorupsi Jurnalisme Investigasi di Surabaya, Kamis (6/3).

Ia mengaku tidak bisa langsung sepakat atau menyetujui ide yang ada karena harus melalui prosedur. Di antaranya melalui diskusi bersama serta pengkajian secara mendalam oleh tim pengkaji KPK. Setelah dikaji maka pimpinan KPK nantinya yang menyepakati.

"Iya atau tidaknya nanti terakhir sesuai hasil kesepakatan pimpinan KPK. Tapi sekali lagi, harus melalui prosedur seperti ketika pemakaian rompi tahanan terhadap koruptor dulu," kata dia.

Usulan penggundulan rambut di kepala koruptor muncul di tengah obrolan masyarakat yang jengkel terhadap kasus-kasus korupsi di negeri ini dan membuat efek jera para koruptor. Mereka mencontohkan dengan tersangka kasus kriminal atau kejahatan biasa, seperti pencuri yang digundul rambut di kepala karena perbuatannya.

Pakar Hukum asal Universitas Airlangga Surabaya, I Wayan Titib Sulaksana mengaku tidak sepakat dengan usulan itu kecuali ada aturan hukumnya. Hingga saat ini, kata dia, tidak ada ketentuan hukum yang mengatur tentang penggundulan rambut di kepala koruptor.

"Selama tidak ada ketentuan hukum yang mengatur maka saya tidak setuju. Kecuali kalau dituangkan dalam aturan maka dipersilakan. Tapi, kalau semata-mata hanya karena kejengkelan, ya jangan," kata dia.

Wayan Titib menyarankan agar rompi tahanan KPK yang sudah diberlakukan selama ini tidak hanya digunakan saat koruptor hendak dimasukkan ke tahanan. Namun, juga ketika disidang atau didakwa di kursi pesakitan.

"Selain itu, saat hendak disidang harus dinaikkan mobil tahanan bersama tersangka-tersangka lainnya. Kemudian, sel atau tahanan jangan diistimewakan atau disendirikan. Ini kurang menimbulkan efek jera," kata dia.

Ia mengaku lebih setuju jika koruptor dimasukkan satu sel dengan penjahat agar berpikir ulang hendak mengulangi perbuatannya lagi. Di samping itu, koruptor hendaknya tidak diberi remisi atau pengurangan hukuman pada peringatan hari-hari tertentu.

"Enak saja koruptor dikurangi masa hukuman atau pembebasan bersyarat. Seharusnya koruptor menjalani masa hukuman sampai habis, bahkan saya setuju koruptor dimiskinkan," kata Wayan Titib.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement