Selasa 04 Mar 2014 00:04 WIB

Sistem Perwakilan Indonesia Dinilai Rancu, Ini Sebabnya

Peneliti senior Pusat Penelitian Politik LIPI, Siti Zuhro
Peneliti senior Pusat Penelitian Politik LIPI, Siti Zuhro

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik LIPI Siti Zuhro mengatakan Indonesia saat ini telah terjadi praktek sistim perwakilan yang rancu karena menggabungkan sistim bikameral tetapi juga masih melanggengkan MPR sebagai lembaga permanen.

"Saat ini terjadi praktik sistim parlementer yang rancu. UU 27 tahun 2009 tentang MD3 yang cenderung ambigu," kata pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro dalam diskusi di Senayan Jakarta, Senin.

Diskusi Pilar Negara mengambil tema "Akuntabilitas publik dan kinerja lembaga negara", menghadirkan nasa sumber Ketua Fraksi Demokrat MPR Jafar Hafsyah, pengamat politik LIPI Siti Zuhro dan psikologi politik UI Prof Hamdi Muluk.

Lebih lanjut Siti menjelaskan disatu sisi ingin mempraktikkan sistim bikameral dengan ditopang oleh DPR dan DPD, namun di sisi lain masih melanggengkan MPR sebagai lembaga yang permanen dengan kepemimpinan yang permanen pula.

"Ini menunjukkan dengan jelas bahwa Indonesia masih gamang dengan reformasi sistim parlementer yang berlangsung," kata Siti Zuhro.

Menurut Siti, kerancuan posisi dan peran MPR dalam sistim ketatanegaraan ini harus dibenahi.

Pertama, benahi rangkap jabatan anggota DPD sekaligus MPR dan anggota DPR sekaligus MPR.

Kedua, sifat permanen MPR yang memiliki sekretariat jenderal sendiri dan pimpinan MPR yang permanen karena merupakan institusi ke tiga selain DPD dan DPR.

"Sebagai konsekuensinya pimpinan MPR tidak permanen tetapi adhoc untuk memimpin sidang gabungan DPR dan DPD. Untuk menjaga agar kedua lembaga tersebut berimbang maka jabatan pimpinan MPR dipegang bergiliran antara pimpinan DPR dan DPD," kata Siti Zuhro.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement