Senin 03 Mar 2014 15:01 WIB

BBPOM Semarang Kembali Amankan Ribuan Jamu Ilegal

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Muhammad Fakhruddin
Minum jamu (ilustrasi)
Foto: Istimewa
Minum jamu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG—Peredaran produk jamu ilegal di tengah- tengah warga Kota Semarang masih marak. Peredaran jamu tradisional berbahan kimia obat ini bahkan juga merambah kota- kota lain di sekitarnya.

 

Hal ini terungkap saat Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Semarang menggrebek tempat penimbunan produk jamu ilegal ini, di sebuah rumah di jalan Suryokusumo V/ no 21, Perum Tlogasri, Semarang, Selasa (3/3).

 

Hasilnya, 1.927 kardus jamu tradisional ilegal –dari berbagai kemasan dan merek—diamankan oleh petugas BBPOM Semarang dari rumah ini. Demikian pula pengelola gudang jamu tradisional berinisial HD.

 

Saat dikonfirmasi di lokasi penggrebekan, Kepala BBPOM Semarang, Zulaimah mengatakan, umumnya jamu tradisional ini diproduksi sejumlah perusahaan di wilayah Jawa Timur.

 

Produk jamu ini mengandung berbagai jenis bahan kimia obat (BKO), seperti pretnison, deksametason serta penibitason yang jika dikonsumsi terus menerus dapat mengganggu kesehatan.

 

“Ada sejumlah merek jamu yang dapat kami amankan dalam penggrebekan ini di antaranya Asam Urat Madu, Klanceng, Mahkota Dewa, Tawon, Jamur Mas dan lainnya,” lanjutnya.

 

Ia juga menjelaskan, pengungkapan rumah yang dijadikan tempat penyipanan jamu illegal ini bermula dari informasi masyarakat perihal beredarnya jamu bermasalah ini di tengah- tengah mereka..

 

Setelah ditindaklanjuti dengan pengawasan di sejumlah pasar tradisional di kota Semarang dan sekitarnya, ditemukan sejumlah merek jamu tradisional yang mengandung BKO dan bahkan mereknya juga tak berizin.     

 

Setelah kami telusuri, ternyata salah satu gudangnya berada di sebuah rumah yang beralamat di kawasan Tlogosari ini. Setelah petugas memastikan akhirnya ditindaklanjuti dengan penggrebekan ini.

 

Atas pengungungkapan ini, pihak pengelola tempat penyimpanan jamu tradisional illegal inipun dijadikan sebagai tersangka.

 

“Yang bersangkutan dijerat dengan Undang Undang No 36 Tahun 2009, Pasal 196 dan Pasal 197 dengan ancaman hukuman 10 hingga 15 tahun penjara serta denda minimal 1 Rp miliar,”  tegas Zulaimah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement