REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengakui, dirinya menjadi target nomor satu para teroris sehingga ia mengkhawatirkan terjadi penyusupan dalam berbagai kegiatan penyampaian aspirasi masyarakat di Pulau Dewata.
"Kalau dibilang target nomor satu teroris, itu sebenarnya saya. Jadi seperti itulah situasinya, saya khawatir hal-hal yang masuk seperti itu. Ini saya kira akan merugikan kita semua," katanya saat menggelar dialog terbuka dengan komponen masyarakat Bali, di Denpasar, Ahad (2/3).
Pastika mengkhawatirkan kemungkinan adanya kelompok radikal yang menggunakan kesempatan atau menyusup pada kasus pemasangan spanduk provokatif yang bertuliskan "Penggal Kepala Mangku P" di pojok barat Kantor Gubernur Bali pada Rabu (26/2). "Saya terus terang saja, mungkin banyak yang tidak begitu tahu sesungguhnya saya menjadi target para teroris," ujar mantan Kepala Investigasi Bom Bali I itu.
Ia juga mengkhawatirkan, jika spanduk provokatif itu merupakan pekerjaan orang-orang yang dendam pada dirinya. "Tidak ada Densus 88 kalau tidak ada saya, tidak ada UU Anti-Terorisme kalau tidak ada saya. Orang mungkin tidak tahu prosesnya bagaimana saya dimusuhi oleh semua pihak. Perjuangannya panjang tetapi saya tidak mungkin cerita satu persatu di balik peristiwa pengeboman tersebut dan mengapa peristiwa itu terjadi," kenangnya.
Mantan Kapolda Bali itu menegaskan, selama ini tidak pernah mempersoalkan adanya demonstrasi karena hal itu merupakan hak asasi warga negara. Ia juga mengatakan tidak akan mencampuri proses hukum yang sedang berlangsung pascakasusnya dilaporkan ke Polda Bali.
Pastika berkeyakinan yang menulis spanduk itu bisa jadi tidak sadar dan jangan-jangan cuma gagah-gagahan. Namun, di balik tindakan pembuatan dan pemasangan spanduk itu ada yang menyuruh dan memprovokasi.