Jumat 28 Feb 2014 19:19 WIB

Calon Kepala Daerah Wajib Uji Publik

Rep: Andi Mohammad Ikhbal/ Red: Djibril Muhammad
Kemendagri, ilustrasi
Kemendagri, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama Komisi II DPR sepakat untuk menyelenggarakan uji publik sebagai syarat pencalonan kepala daerah. Ketentuan tersebut masuk dalam klausul Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Direktur Jendral (Direjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Djohermansyah Djohan mengatakan, uji publik itu akan menjadi pertimbangan partai politik (parpol) untuk mengusung figur kepala daerah. Sebab, rekam jejak calon akan diungkap secara terbuka, mulai dari kasus hukum hingga kehidupan pribadinya.

"Jadi ada uji integritas dan kompetensi. Parpol dan masyarakat pun sejak awal bisa menilai, siapa calon yang layak, atau tidak. Apakah punya potensi korupsi, dan sebagainya," kata Djohermansyah kpada Republika saat ditemui di kantornya, Jumat (28/2).

Peraturan tersebut mengikuti ketentuan pilkada serentak yang berlangsung 2020 mendatang. Mekanismenya, parpol atau koalisi yang hendak memunculkan nama calon, harus dinyatakan mendaftar terlebih dahulu dalam uji publik. Proses tersebut diselenggarakan selama 6 bulan.

Tim tersebut beranggotakan 5 orang yang terdiri 2 pakar ahli dari akademisi, 2 tokoh masyarakat dan 1 anggota KPU. Dengan adanya transparansi tersebut, masyarakat diharap bisa lebih kritis melihat calon kepala daerahnya. Dan upaya tersebut dinilai mampu menekan angka dinasti politik.

"Sebanyak 10 persen kepemerintahan di Indonesia menerapkan dinasti politik. Dengan membongkar semua lika-liku kehidupan pribadinya, publik dan parpol bisa menilai sejak awal, apakah calon ini punya potensi ke arah sana," ujar dia.

Konsep itu dinilai berbeda dengan penerapan rekrutmen kepala daerah di parpol saat ini. Di mana dengan hanya bermodalkan uang, dia mengatakan, mereka bisa mendapat prioritas sebagai calon usulan partai. Sebab, tim seleksi akan memberikan laporan serta rekomendasi hasil uji publik.

Pembahasan aturan tersebut, kata Djohermansyah, sudah mendekati masa final. Rencananya, pada Kamis (6/3), RUU itu dibawa ke Rapat Paripurna DPR. Putusan pertama tingkat komisi akan ditetapkan pada tanggal 3–4 Maret mendatang.

Dia menambahkan, hal yang belum konkret disepakati adalah soal penyelenggara pilkada langsung atau tidak. Kemendagri sendiri sebagai pengusul gagasan itu, menurut dia, akan bersifat fleksibel atas persetujuan hasil rapat bersama ini.

"Kami akan bahas kembali soal RUU Pilkada ini, Ahad (2/2) besok. Pemerintah ikut saja bagaimana hasil rapat dengan DPR, kami bersifat fleksibel. Hanya konsep yang kami tawarkan adalah model perubahan karena tidak sehatnya sistem pilkada sekarang," ujar Djohermansyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement