Jumat 28 Feb 2014 13:50 WIB

Kasus Istri Gugat Cerai di Sleman Tinggi

Rep: nur aini/ Red: Damanhuri Zuhri
Cerai (ilustrasi)
Foto: www.mediaislamnet.com
Cerai (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kasus istri yang menggugat cerai di Kabupaten Sleman lebih tinggi dibandingkan kasus cerai talak.

Dalam tiga tahun terakhir, jumlah kasus cerai gugat mencapai lebih dari dua kali lipat dibandingkan kasus suami menalak cerai.

Data dari Pengadilan Agama Kabupaten Sleman menunjukkan jumlah cerai gugat pada 2013 mencapai 1.022 kasus.

Sementara, kasus cerai talak mencapai 464 kasus. Setiap bulan, jumlah cerai gugat yang masuk lebih tinggi dibandingkan cerai talak.

Jumlah kasus cerai gugat yang tinggi juga terjadi pada 2012 dan 2011. Cerai gugat pada 2012 mencapai 1.040 kasus, lebih tinggi dibandingkan jumlah kasus cerai talak 475 kasus. Pada 2011, cerai gugat mencapai 934 kasus dan cerai talak mencapai 422 kasus.

Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Sleman, Fatkhurrohman mengatakan sebagian besar perceraian terjadi karena pasangan suami istri (pasutri) terus menerus berselisih yang mencapai 855 kasus.

Namun, pasangan yang meninggalkan kewajiban seperti tidak memberi nafkah mencapai 420 kasus. Sementara, 78 kasus cerai di Sleman pada 2013 terjadi karena gangguan pihak ketiga.

Kekerasan fisik masih menjadi penyebab perceraian di Sleman. Namun, hanya terjadi pada satu kasus pada 2013. Sementara, masalah ekonomi keluarga menjadi penyebab 420 kasus perceraian.

Pasangan yang tidak bertanggungjawab juga menjadi penyebab perceraian hingga 392 kasus pada 2012 di Sleman.

Sebanyak 46 kasus perceraian dipicu masalah ekonomi keluarga. Pada 2012, pasangan yang meninggalkan kewajiban menjadi penyebab 438 kasus perceraian.

"Kebanyakan masalah ekonomi menjadi penyebab perceraian karena suami tidak bertanggungjawab terkait nafkah," ungkap Humas Pengadilan Negeri Sleman, Noer Rohman ditemui di kantornya, Jumat (28/2).

Pengadilan Negeri Sleman, kata Rohman, sudah memberikan mediasi bagi pasutri yang akan bercerai. Namun, mediasi hanya diberikan jika kedua pihak mau datang ke pengadilan. "Tapi, kenyataannya tergugat dan termohon sering tidak hadir," ungkapnya.

Mediasi yang diberikan pengadilan pun sebagian besar gagal menyatukan kembali pasutri. Dari 1.568 kasus perceraian pada 2013, hanya 437 kasus yang bisa dimediasi. Namun, mediasi gagal menyatukan pasutri di 415 kasus perceraian.

Tingkat keberhasilan mediasi pada 2013 bahkan hanya mencapai satu kasus. Sebanyak 527 kasus perceraian gagal dimediasi pengadilan.

"Walaupun tergugat tidak hadir, kami sudah menasehati penggugat supaya rukun kembali," ujar Rohman yang juga menjadi hakim.

Penyelesaian kasus perceraian di Sleman diakui Rohman ada yang alot. Satu kasus perceraian bisa sampai 17 kali sidang baru selesai.

Rohman mengatakan Mahkamah Agung membatasi penyelesaian kasus perceraian sampai enam bulan sejak gugatan masuk. Namun, jika perkara belum putus dalam enam bulan, pengadilan harus mengajukan perpanjangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement