Kamis 27 Feb 2014 16:57 WIB

Waduh, Direktur Rumah Sakit Ini Menyatakan Tolak BPJS Kesehatan

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Bilal Ramadhan
Program BPJS belum disanggupi banyak RS di Depok.
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Program BPJS belum disanggupi banyak RS di Depok.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK-- Direktur Rumah Sakit (RS) Bhakti Yudha Depok, Syahrul Amri dengan tegas menolak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Kami menolak dan belum menyetujui aturan main dan besaran tarif dalam BPJS. Selain itu BPJS masih kurang sosialisasi serta tidak ada petunjuk teknis pelayanan kepada masyarakat," ujar Syahrul di Depok, Kamis (27/2).

Syahrul yang juga sebagai Wakil Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Kota Depok ini mengatakan RS swasta itu berorientasi bisnis, walau juga tetap memiliki coorporate social respon (CSR). "Sebenarnya kami mendukung program BPJS. Tapi kami tidak menampik kendala di lapangan. Hingga saat ini belum ada deal jasa pelayanan dokter. Kami ingin kesejahteraan teman-teman diperhatikan,'' tuturnya.

Syahrul mengungkapkan di Depok baru lima RS swasta yang menandatangani kesepakatan dengan BPJS. Kelima rumah sakit itu, RS Tugu Ibu, RS Harapan Depok, RSIA Hasana Graha Afiah, dan RS Tumbuh Kembang dan RS Simpangan Depok. Namun para dokter di lima RS itu belum ada kesepakatan mengenai tarif jasa pelayanan dokter dengan manajemen RS. Sehingga program BPJS belum dilaksanakan.

"Tarif RS swasta itu berdasarkan Indonesia-Case Based Group (INA CBG) yang ditetapkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Namun tarif itu tak dapat mengatasi biaya operasional RS. Kita kan orientasinya juga bisnis," jelas Syahrul.

Menurut Syahrul, pihak RS swasta juga dihadapkan oleh kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) yang setiap tahun naik. Hal itu pun membuat RS swasta harus menyesuaikan jasa dokter yang sudah berkiprah belasan tahun dan dokter yang baru bekerja lima tahun.

"Di RS tipe C saja diasumsikan rawat inap itu 100 persen biayanya. Program BPJS itu tarifnya 47 persen untuk rawat inap, sisanya untuk rawat jalan," paparnya.

Sementera itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Depok, Fakhrurrozi menjelaskan, para dokter di Depok siap melaksanakan program BPJS Kesehatan. Namun jasa pelayanan dokternya belum sesuai. Di Puskesmas saja dana dari BPJS itu antara Rp 3.000-Rp 6.000. Tarif itu untuk jasa layanan dokter dan obat. Di tingkat klinik dan dokter praktek itu nominalnya antara Rp 8.000-Rp 10.000.

"Kira-kira jasa dokter itu berapa. Dokter juga harus mendapatkan keadilan. Sekolah dokter itu dari ratusan juta hingga Rp 1 miliar. Kalau preminya Rp 50.000-Rp 60.000 apa bisa mencukupi kehidupan para dokter?," tanyanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement