REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peredaran obat palsu dinilai mengkhawatirkan. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) menilai peredaran obat palsu hampir mencapai separuh dari total yang diproduksi.
Ketua MIAP, Widyaretna Buenastuti, menyatakan kekhawatiran itu berdasarkan survei yang dilakukan Universitas Indonesia 2012 lalu. Survei dilakukan dengan membeli langsung obat disfungsi ereksi, sildenafil, di 157 outlet sekitar Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Malang, dan Medan.
Obat itu kemudian diuji kandungannya. Ada yang kandungannya tidak mencapai seratus persen. Ada juga yang lebih. Intinya, tingkat pemalsuan mencapai 45 persen dari 518 tablet yang diperoleh dari ratusan outlet tersebut.
Outlet yang dilibatkan dalam survei adalah apotek umum, jaringan, dan rumah sakit, toko obat, dan penjual di pinggir jalan untuk di Jakarta dan Surabaya. Ada juga sejumlah situs yang menawarkan pembelian online.
Sildenafil palsu paling banyak ditemukan di penjual obat dengan gerobak di pinggiran jalan. Seratus persen sildenafil yang dijual disana palsu. Sedangkan di toko - toko obat, 56 persen sildenafil yang dijual disana palsu. Sedangkan yang dijual di apotek hanya 13 persen yang palsu.
Data ini menurutnya menjadi pijakan akan adanya kekhawatiran terkait peredaran obat palsu. Widya menjelaskan, orang yang seharusnya mengalami ereksi, menjadi tidak bisa ereksi, bahkan bisa mengalami impotensi, akibat mengkonsumsi sildenafil palsu. "Ini berbahaya," jelasnya, kepada Republika, Rabu (26/2).