REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Maskapai penerbangan yang beroperasi di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru mengaku menderita kerugian akibat kabut asap pekat yang menganggu jarak pandang pilot pesawat sewaktu hendak melakukan pendaratan.
"Kalau rugi sih akibat kabut asap, pastinya rugilah. Tetapi tidak bisa aku sebutin satu persatu kerugian dalam bentuk apa aja serta besarannya," ujar Area Sales Manager Sumatera Bagian Tengah Lion Air, Novianti Masriani Harahap di Pekanbaru, Rabu (26/2).
Menurutnya, yang pasti pihaknya menderita kerugian dari segi waktu, kemudian bahan bakar pesawat (avtur), lalu jam terbang seorang captain pilot jadi berkurang seperti yang tadinya ada penerbangan lanjutan, menjadi tidak ada.
Bagi penumpang maskapai penerbangan menderita kerugian dari segi waktu menunggu pesawat yang dialihkan atau lepas landas, sehingga seharusnya bisa "conecting flight", akhinya tidak bisa dan terpaksa menumpang ke penerbangan berikut.
"Jadinya seakan-akan dikarenakan kabut asap ini, pelayanan yang diberikan maskapai penerbangan dianggap buruk sama pengguna jasa transportasi udara," jelas Harahap yang menjabat sebagi manager Lion Group untuk Pekanbaru, Padang, Batam, Tanjung Pinang, Natuna dan Malaka, Malaysia.
General Manager Garuda Indonesia Branch Office Pekanbaru, Suyatno Rifat menambahkan, kabut asap pekat yang terjadi di Kota Pekanbaru sudah merupakan kejadian luar bisa akibat kebakaran hutan dan lahan yang harus ditangani serius pemerintah serta aparat terkait.
Walau kondisi cuaca dan kabut asap selalu bergerak setiap saat dalam artian bisa menipis dan bisa menebal serta tidak tejadi setiap hari. Namun jika kondisi cuaca tidak mendukung, maka pendaratan terpaksa dialihkan ke bandara terdekat seperti ke Palembang, Batam dan Padang.
"Yang tadinya pesawat sudah tepat waktu sesuai jadwal dan bisa muter kemana-mana, pada akhirnya dengan adanya kabut asap, menjadi tertunda. Kondisi seperti itu harus Garuda jalani demi keselamatan penumpang," katanya.