REPUBLIKA.CO.ID, KEDIRI — Setelah sepekan lumpuh akibat erupsi Gunung Kelud --Kamis (14/2)-- roda perekonomian warga yang tinggal di kawasan rawan bencana (KRB) mulai bergulir.
Memasuki masa pemulihan pascabencana, sejumlah nadi perekonomian warga di wilayah KRB yang ada di Kabupaten Kediri mulai ‘berdenyut’, Jumat (21/2). Ini ditandai dengan kembalinya geliat warga yang mulai tampak beraktivitas di pasar tradisional maupun perladangan mereka.
Berdasarkan pantauan di lapangan, geliat perekonomian ini tampak di Pasar Karang Dinoyo, Desa/ Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri.
Meski pedagang yang 'kembali' ke pasar ini baru sekitar 25 persen, namun suasana pasar yang berjarak 15 kilometer dari puncak Gunung Kelud ini mulai tampak sibuk.
"Namun baru sekitar 50 pedagang yang mulai berjualan," ungkap Muchlis (40), pedagang pakaian dan asesoris, di pasar Karang Dinoyo ini.
Ia mengatakan, para pedagang sudah kembali ke pasar menyusul diturunkannya status Gunung Kelud, Kamis (20/2) siang. Namun sebagian besar masih melakukan aktivitas bersih- bersih material vulkanis dan melakukan perbaikan sejumlah kios maupun lapak yang rusak.
"Pada hari kedua ini, dari sekitar 200 pedagang di pasar ini baru sekitar 25 persen pedagang yang sudah berualan," katanya menambahkan.
Kepala Pasar Karang Dinoyo, Suwadi (54) membenarkan jika aktivitas pasar telah kembali, meski belum normal seperti semula. Bahkan hingga Jumat siang masih ada diantara pedgang yang memperbaiki atap kiosnya yang rusak akibat beban material vulkanis Gunung Kelud.
Menurut dia, para pedagang juga tidak bisa terlalu lama berhenti berjualan. Karena penggerak perekonomian mereka adalah pasar ini. Iapun memperkirakan, kondisi pasar Karang Dinoyo ini baru akan pulih kembali sekitar dua pekan lagi.
Sebab sebagian besar pedagang juga masih disibukkan untuk mengurus rumahnya yang rusak akibat dampak erupsi Gunung Kelud ini. "Kerugian pedagang juga lumayan akibat kios yang rusak. Sementara mereka juga harus memperbaiki tempat tinggal yang juga terdampak erupsi Kelud, pekan lalu," katanya.
Ia memperkirakan, untuk kios yang rusak rata-rata juga butuh anggaran perbaikan Rp 2 hingga Rp 4 juta, baik untuk perbaikan dan pembersihan meterial vulkanis.
Namun yang cukup berat adalah perbaikan rumah yang rusak. Karena bisa menghabiskan anggaran puluhan juta rupiah.
Saat ini, ia menambahkan, para sebagian pedagang mulai memperbaiki kios –walaupun masih darurat—agar mereka dapat kembali mencari nafkah.
"Sejauh ini, perbaikan ini masih dilakukan secara swadaya, mengingat belum ada bantuan maupun perbaikan dari Pemkab Kediri," kata Suwadi.
Terpisah, Suciati (37), salah seorang petani di Desa Kepung juga mengaku mengalami kerugian akibat tanaman cabai di ladangnya ikut rusak akibat hujan material vulkanis.
Saat ditemui di ladangnya, ia mengaku dari 3 ribu meter persegi tanaman cabe dan tomat, sepertiganya rusak akibat material vulkanis Gunung Kelud.
Sementara, jelasnya, hanya tanaman cabe yang dapat dipanen, meski sebagian besar cabe yang terkena material vulkanis ini tampak seperti layu. "Cabai ini sepintas merah, namun warna merahnya tidak bisa segar karena dampak pasir vulkanis yang mengguyur," katanya.
Sementara tanaman tomat yang baru berbuah sebesar kelereng juga terancam rusak, karena daunnya sebagian besar juga rontok dan layu. "Jika buah tomat ini nantinya juga tidak dapat dipanen karena mati, kerugian biaya tanam ini bisa mencapai 10 juta lebih," ujarnya.
Pihak Pemkab Kediri mengakui, kerugian di sektor pertanian akibat erupsi Gunung Kelud mencapai Rp 67 miliar lebih.
Kepala Bidang Penerangan Satlak Penanggulangan Bencana Kabupaten Kediri, Suwignyo mengatakan, jumlah kerugian ini terus berpotensi
bertambah. Sebab kerugian baru berkisar pada jenis pertanian cabe dan tomat yang banyak diberdayakan para petani di wilayahnya. “Untuk kerugian sektor pertanian lain di wilayah Kabupaten Kediri masih terus dihitung,” ungkapnya.