REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) mengecam aksi penyerbuan sekelompok preman bertato terhadap markas Markas Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) dan Pelajar Islam Indonesia (PII) di Jalan Menteng 58 Jakarta Pusat, Kamis pekan lalu. Aksi teror fisik ini diduga sebagai upaya investor untuk kepentingan bisnis dan aset yang ditempati GPPI dan PII.
Para preman itu datang menyerbu bersenjatakan rantai. “KAMMI mengecam penyerbuan Menteng 58 dan meminta kepolisian segera menangkap pelaku dan aktor penggerak maupun investor di balik penyerbuan tersebut,” ujar juru bicara KAMMI, Arif Susanto, dalam siaran pers yang diterima ROL, JUmat (21/2).
Arif menambahkan, penyerbuan yang bermotif penguasaan aset adalah ancaman bagi seluruh gerakan mahasiswa dan pemuda. Malah selain penyerbuan, menurutnya, investor politik diduga lebih dahulu melakukan intervensi dalam kongres yang bertujuan mengooptasi dan memecahbelah gerakan mahasiswa dan pemuda, yang tidak hanya terjadi di GPII juga mendalangi perpecahan yang dialami Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). "Bukan tidak mungkin akan terjadi pada gerakan mahasiswa dan pemuda yang akan kongres dalam waktu dekat," ujarnya.
Ketua Umum KAMMI Andriyana menambahkan, penyerbuan ke Menteng 58 adalah titik temu kepentingan bisnis dan kepentingan politik 2014. "Ada dugaan kuat, berdasarkan informasi lapangan, pertemuan investor, politisi dan operator aktivis dilakukan beberapa kali di dalam dan luar negeri adalah dalang operasi pemecahbelahan gerakan pemuda dan mahasiswa yang kini terjadi," ungkapnya.
Tujuannya, lanjut dia, adalah memecah konsentrasi gerakan mahasiswa dalam mengawal transisi demokrasi Indonesia. “Pemecahbelahan gerakan mahasiswa adalah upaya agar para oligar pengusaha hitam bisa melanjutkan status quo mereka dengan membajak Pemilu 2014”, ujar Andriyana.
KAMMI mendoakan agar gerakan pemuda dan mahasiswa bisa kembali membangun solidaritas dan persatuan sehingga bisa dengan efektif mengawal Pemilu 2014. "Kepentingan bangsa dan rakyat yang menjadi pemenang, bukan kepentingan mereka para oligar pengusaha hitam dan antek-anteknya,” kata Andriyana mengakhiri.