REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ani Nursalikah
Pengalaman dialog perdamaian dan lintas agama di luar negeri bisa menjadi modal.
JAKARTA - Muhammadiyah memberikan masukan kepada Din Syamsuddin yang telah ditetapkan sebagai ketua umum baru Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, Din harus menentukan prioritas. Menurut Mu'ti, Din mesti menjadikan MUI sebagai rumah besar umat Islam di Indonesia.
Lembaga ini, idealnya juga merupakan tempat berhimpun seluruh ormas Islam. Bukan hanya untuk ormas besar. Dan tentu saja, MUI tetap merupakan payung bagi para ulama.
“Sebaiknya, MUI pun menjalankan peran besar dalam membuat pedoman dan tuntunan, khususnya menyangkut hal keagamaan,” kata Mu'ti, Kamis (20/2).
Peran ini dapat diperluas dalam bidang kebangsaan dengan demikian cakupannya lebih luas. Prioritas lainnya, MUI menjangkau organisasi agama lain untuk menjalin kerja sama.
Kemitraan ini akan menciptkan kerukunan dan kehidupan yang damai. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang sarat dengan keberagaman agama.
“Pak Din punya potensi untuk itu karena beliau sering menghadiri pertemuan dan organisasi lintas agama di dalam dan luar negeri,” ujar Mu'ti.
Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Muhadjir Effendy mengatakan, kini Din masuk dalam spektrum lebih luas.
Artinya, Din yang sekarang masih menjabat ketua umum PP Muhammadiyah bukan hanya milik warga Muhammadiyah tetapi umat Islam di Indonesia.
Karena itu, Din diminta mampu menjadi jangkar bagi umat, sebagai pemersatu. Keaktifan dalam dialog lintas agama dan perdamaian di lingkungan internasional bisa dijadikan modal bagi Din dalam mengemban tugas di MUI.
Selain itu, ia menyatakan warga Muhammadiyah diharap siap berkorban. Ini terkait kemungkinan Din dalam posisinya sebagai ketua umum MUI bersikap berbeda dengan sikap Muhammadiyah.
Salah satunya, kata Muhadjir, dalam penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri. Ia yakin warga Muhammadiyah dapat menerima keadaan ini.
Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas mengatakan, persyarikatan telah memberikan izin kepada Din untuk merangkap jabatan sebagai ketua umum MUI. “Soal ini telah diplenokan dalam rapat pimpinan Muhammadiyah pada 9 Februari lalu,” katanya.
Menurut Yunahar, setelah wafatnya KH Sahal Mahfudz pada 24 Januari, beberapa kali rapat pimpinan MUI mendesak Din untuk menggantikan posisi Kiai Sahal.
Namun, saat itu Din masih merasa enggan dan meyakini dengan tetap sebagai wakil ketua umum roda MUI tetap berjalan. Akhirnya Din bersedia ditetapkan menjadi ketua umum.
Yunahar menuturkan, dalam rapat pimpinan MUI pada 11 Februari lalu, Din mengisyaratkan kesediaannya menggantikan posisi Kiai Sahal. Ini Din lakukan setelah menyampaikan ke pimpinan Muhammadiyah.
Melalui rapat pleno 9 Februari, pimpinan Muhammadiyah mengizinkan Din untuk menjabat pula sebagai ketua umum MUI. Yunahar menjelaskan, naiknya Din menjadi ketua umum MUI sudah sesuai aturan.
Dalam aturan itu disebutkan kalau ketua umum berhalangan posisinya digantikan wakil ketua umum. Sebelumnya, Din menjabat sebagai wakil ketua umum. Justru jika Din menolak, ia akan dikira lari dari tanggung jawab.
Din diyakini tak kesulitan menjalankan kepemimpinan di MUI. Sebab, lembaga ini sudah memiliki masing-masing divisi dan ketua. “Bukan persoalan yakin atau tidak, Pak Din tinggal melanjutkan program di MUI dan memberi komando,” kata Yunahar.