REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru mencatat adanya 169 titik panas (hot spot) di Riau pada Jumat (21/2). Perinciannya, enam titik di Rokan Hilir, tiga titik di Dumai, 88 titik di Bengkalis, 30 titik di Meranti, sembilan titik di Siak, 17 titik di Pelalawan dan 16 titik di Indragiri Hilir.
Menurut analis BMKG Stasiun Pekanbaru M Ibnu Amiruddin, tingkat kepercayaan titik panas yang dipantau lewat satelit Terra dan Aqua mencapai 81 persen sampai 100 persen. "Artinya, dari 169 titik panas, yang memiliki tingkat kepercayaan kebakaran lahan 81-100 persen, ada 84 titik panas," ujar Ibnu kepada Republika, Jumat (21/2).
Menurut Ibnu, masih banyaknya titik api disebabkan oleh minimnya hujan yang turun di Bumi Lancang Kuning sepanjang Februari 2014. Diperkirakan, intensitas hujan baru akan mengalami peningkatan pada pertengahan Maret 2014. Harapannya dengan peningkatan ini, jumlah titik panas akan berkurang.
Sebagai gambaran, pada pertengahan pekan ini, titik panas di Riau sempat melonjak menjadi 281 titik. Dari jumlah ini, yang memiliki tingkat kepercayaan kebakaran lahan 81-100 persen, tercatat 96 titik dan tersebar di sejumlah kabupaten/kota.
Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Kementerian Kehutanan Sumarto mengaku bersyukur jika jumlah titik panas terus menurun.Meskipun begitu, Sumarto mengimbau agar kewaspadaan tetap ditingkatkan. Terlebih, karakteristik lahan di Riau yang didominasi lahan gambut, sulit untuk dipadamkan.
Gambut yang telah terbakar lebih dari dua hari, memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi. "Kita harus selalu siaga," kata Sumarto.
Kemenhut melalui tim dari Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan, telah berada di Riau. Tim ini akan terus melakukan tugasnya memadamkan kebakaran yang timbul. "Pembagian tugas telah dilakukan," ujar Sumarto.
Berdasarkan data Jaringan Masyarakat Gambut, Riau memiliki total lahan gambut seluas 4,04 juta hektare atau sekitar 48 persen dari total wilayah Riau. Dari jumlah tersebut, sekitar 60 persennya sudah mengalami kerusakan akibat praktek buruk sektor investasi kehutanan yaitu Hutan Tanaman Industri dan Perkebunan Sawit.
Lebih lanjut, Sumarto menyebut lahan gambut di luar kawasan hutan dapat dijadikan perkebunan sawit. "Sementara kawasan hutan yang bergambut, tidak boleh ditebang pohonnya," kata Sumarto.