Jumat 21 Feb 2014 13:28 WIB

Atasi Abu Kelud, UGM Sarankan Buat Hujan Buatan di Yogyakarta

Rep: Yulianingsih/ Red: Bilal Ramadhan
Hujan Buatan
Foto: BPPT
Hujan Buatan

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Meskipun Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sudah diguyur hujan tiga kali pasca hujan abu vulkanik Gunung Kelud, Kamis (13/2) lalu, namun hingga saat ini masalah abu vulkanik di DIY masih menjadi ancaman.

Pasalnya kandungan abu vulkanik di udara Kota Yogyakarta masih melebih ambang batas dan berbahaya bagi kesehatan warga setempat.Karenanya tim manajemen bencana Universitas Gadjah Mada (UGM) menyarankan agar Pemda DIY bersama dengan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melakukan modifikasi cuaca dengan membuat hujan buatan di wilayah Yogyakarta.

Koordinator tim manajemen bencana UGM, Sudibyakto mengatakan, berdasarkan hasil penelitian timnya di beberapa titik, kandungan debu di udara Kota Yogyakarta melebihi ambang batas. Bahkan di beberapa titik mencapai tiga hingga empat kali ambang batas.

"Ini menunjukkan lingkungan kita masih belum bersih, dibutuhkan langkah lain selain menunggu hujan datang. Pemda bisa melakukan hujan buatan dan di daerah lain juga dilakukan," ujarnya.

Menurutnya, saat ini masih sangat memungkinkan Pemda DIY membuat hujan buatan. Karena salah satu syarat dilakukan hujan buatan adalah adanya awan di atas udara. "Ini masih masuk musim hujan dan awan masih banyak, pesawat juga sudah diperbolehkan mengudara secara aman, biaya mudah dicari," katanya.

Sebab kata dia, jika abu vulkanik ini tidak segera ditangani secara cepat maka akan berdampak pada kesehatan masyarakat secara luas. Karena selain debu yang berpengaruh pada saluran pernafasan, mata dan kulit juga berpengaruh pada suhu udara di Yogyakarta.

Sifat abu vulkanik tersebut kata dia adalah higroskopis atau menyerap air. Jika banyak kandunagn debu di udara maka air akan banyak etrserap dan kelembaban udara akan turun sehingga suhu udara akan semakin panas. "Jika terus dibiarkan akan berbahaya," katanya.

Meskipun katanya, kandungan debu di udara Yogyakarta sudah berkurang signifikan dengan kerjabakti massal yang dilakukan masyarakat. Namun kandungan debu tersebut masih cukup tinggi dan melebihi ambang batas.

Berdasarkan hasil pantauan timnya di empat titik di Yogyakarta diketahui kadar debu di udara melebihi ambang batas. Pada pemantauan di wilayah UGM pada 18 Februari diketahui kandungan debu mencapai 1.082,9 miugram dan di sekitar SMA 3 Yogyakarta sebesar 333,3 miugram per meter kubik.

Sementara pada pantauan di Balai Kota Yogyakarta pada 19 Februari terlihat bahwa kandungan debu mencapai 416,5 miugram dan di Titik Nol Yogyakarta sebesar 249,9 miugram per meter kubik. Sedangkan di Tugu Yogyakarta mencapai 416,5 miugram per meter kubik. Ironisnya kata dia, debu yang beterbangan di Yogyakarta ukurannya sangat kecil mencapai 5 mikro dan bisa masuk ke saluran pernafasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement