Rabu 19 Feb 2014 19:08 WIB

Sejak Dikelola Pemerintah Daerah, Banyak Panti Sekarat

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Muhammad Hafil
  Seorang penyandang tuna netra membaca saritilawah Alquran dengan menggunakan cetakan huruf Braile di Panti Bina Netra Cahaya Batin, Jakarta Timur, Rabu (24/7).  (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Seorang penyandang tuna netra membaca saritilawah Alquran dengan menggunakan cetakan huruf Braile di Panti Bina Netra Cahaya Batin, Jakarta Timur, Rabu (24/7). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Andi Zainal Dulung mengatakan, panti sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang mengalami berbagai hambatan sosial, seperti cacat, ketunaan dan putus sekolah. 

"Ketika Departemen Sosial belum dibubarkan di era Presiden Abdurahman Wahid,  semuanya berjalan baik dan memiliki prosedur operasi standar dengan jelas. Tapi berubah pasca dibubarkan, banyak aset berpindah tangan dan dikelola oleh pemerintah daerah,"kata Andi, Rabu, (19/2).

Panti-panti, ujar Andi, keadaannya mengenaskan, panti ibarat hidup enggan dan mati tak mau atau sekarat. Hanya  bersifat pelengkap dari Unit Pelayanan Teknis Daerah.

Mengelola sebuah panti, terang Andi,  setidaknya ada tiga elemen penting yang harus dijalankan, seperti bagian Program dan Adovasi, Rehabilitasi Sosial, serta terminasi. Adanya komitmen kelayakannya saat selesai pembinaan di panti, menjadikan anak bisa bersekolah, bekerja sesuai pilihan keterampilan di panti, terutama mampu mandiri.

“Panti tidak bisa dikelola berdasarkan pendekatan manajemen biasa. Melainkan harus dikelola dengan manajemen kesejahteraan sosial, khususnya keilmuan pekerjaan sosial, ” kata Andi.

Ke depan, ujar Andi, revitalisasi panti menjadi sebuah keniscayaan. Sebab, panti merupakan jembatan harga diri dan marwah sebagian warga dengan kerentanan, misalnya, penyandang disabilitas, gelandangan, pengemis, anak terlantar, serta anak nakal.

Kategorisasi panti, lanjut Andi,harus mengikuti perkembangan; ada panti anak, panti cacat, panti lanjut usia, panti bina remaja, serta tidak menutup kemungkinan ada panti pengidap HIV/AIDS.

Di Jawa Timur, kata Andi, terdapat 30 panti sosial. Namun, aktifitasnya tidak lebih sebagai tempat berkumpulnya orang dengan kerentanan, aktifitas kegiatan pendidikan maupun keterampilan tidak berjalan optimal, dukungan anggaran tidak memadai, serta masalah terakut adalah kekurangan tenaga terampil dan pekerja sosial yang menjadi syarat sebuah panti, baik milik swasta maupun pemerintah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement