Selasa 18 Feb 2014 17:01 WIB

Wamenkumham Sebut Perlu Waktu untuk Rampas Aset Terkait Century

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Mansyur Faqih
Wamenkumham Denny Indrayana.
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Wamenkumham Denny Indrayana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- High Court of Hong Kong mengabulkan sebagian permohonan pemerintah RI yang diwakili menkumham terkait kasus PT Bank Century. Putusan itu memberikan jalan pemerintah Indonesia untuk menyita dan merampas aset terkait kasus Century dengan nilai sekitar Rp 48 miliar di Hong Kong.

Namun putusan yang keluar pada tahun ini tidak serta merta membuat pemerintah Indonesia bisa mengembalikan aset yang berada di wilayah hukum Hong Kong.

Karena proses hukum masih belum final. "Kalau bicara proses hukum memang lama. Tidak ada proses yang instan, itu tidak ada," kata Wamenkumham Denny Indrayana di Jakarta, Selasa (18/2).

Atas putusan itu, katanya, pemerintah masih menempuh upaya banding. Pemerintah melihat seharusnya aset yang dikembalikan berjumlah lebih besar, tidak kurang dari Rp 50 miliar. Pemerintah pun akan menguatkan argumen itu di pengadilan. Di sisi lain, lawan pemerintah pun mengajukan perlawanan dan turut mengajukan banding.

Denny optimistis pemerintah Indonesia akan tetap menang di pengadilan tingkat banding. Meski pun proses hukum itu memakan waktu yang cukup lama. 

Ia mencontohkan masalah ekstradisi buron kasus aliran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dari Australia. Adanya perlawanan secara hukum membuat proses pengembalian Adrian berjalan panjang. "Jadi prosesnya memang bertahun-tahun," kata dia.

Meski pun harus menempuh proses hukum lebih lanjut, Denny menilai, sisi positif dari putusan High Court of Hong Kong. Yaitu, pengadilan di sana mengakui hasil putusan mengenai kasus Century di Indonesia yang menjadi dasar pemerintah untuk mengklaim aset. "Bahwa ini aset pemerintah Indonesia, aset rakyat, itu sudah merupakan suatu pencapaian," ujar dia.

Pemerintah Indonesia melalui menkumham mengajukan permohonan bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance/MLA) kepada Menteri Kehakiman Hong Kong. Permohonan itu berdasar pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 339/Pid.B/2010/PN.JKT.PST tahun 2010.

Isinya perintah perampasan aset milik dan di bawah kendali Rafat Ali Rizvi, Hesham Al-Warraq, Robert Tantular, dan pelaku kejahatan lainnya di Hong Kong. Karena aset berada di luar negeri, pemerintah hanya bisa menempuh cara mengajukan MLA.

Selain Hong Kong, pemerintah Indonesia juga tengah memburu aset lain yang berada di Jersey. Sebelumnya, pemerintah sudah berhasil membekukan aset di sana senilai 16,5 juta dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement