Selasa 18 Feb 2014 17:11 WIB

Kasus Tujuh Perusahaan Pembakar Lahan Diduga Dipetieskan

Titik api akibat kebakaran hutan.
Foto: ANTARA FOTO
Titik api akibat kebakaran hutan.

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- LSM Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menyatakan pada 2013 pihak Polda Riau menetapkan delapan perusahaan dengan status sebagai tersangka pembakar lahan di provinsi tersebut, namun tujuh perusahaan lagi diduga dipetieskan proses hukumnya.

"Baru satu perusahaan atas nama PT Adei Plantation yang sudah menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Pelalawan, sedangkan tujuh lagi tidak jelas," ujar Koordinator Jikahari Muslim Rasyid di Pekanbaru, Selasa.

Selain PT Ade Plantation, lanjutnya, ketujuh perusahaan lagi yakni PT Jatim Jaya Perkasa, PT Bumi Reksa Nusa Sejati, PT Langgam Inti Hibrindo (perusahaan perkebunan kelapa sawit) dan PT Sumatera Riang Lestari.

Lalu PT Sakato Prama Makmur, PT Ruas Utama Jaya dan PT Bukit Batu Hutani Alam (perusahaan tanaman industri).

Sebelumnya Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya menyatakan saat itu ada delapan dari 14 perusahaan yang terindikasi melakukan pembakaran hutan adalah milik pengusaha asal Malaysia.

"Saat ini tim dari Kementerian Lingkungan Hidup masih terus menyelidiki dan mengumpulkan barang bukti sehingga bila nantinya sudah cukup bukti, maka perusahaan tersebut akan diajukan ke pengadilan," kata Balthasar.

Kasus kebakaran hutan yang hingga kini masih terjadi di Riau diduga melibatkan perusahaan yang berasal dari asing, nasional dan lokal. Perusahaan-perusahaan tersebut bergerak pada sektor perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri.

"Kalau penegakan hukum tidak serius dilakukan termasuk memenjarakan para pembakar lahan, maka tiap tahun kebakaran lahan terus terjadi di Riau dan berakibat pada kerusakan ekologis," tegas Muslim.

Penjabat Gubernur Riau Djohermansyah Djohan pekan lalu meminta aparat penegak hukum, baik Polda Riau maupun Kejaksaan Tinggi Riau konsisten dalam mengusut tuntas kasus pembakaran lahan di Riau karena bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku.

"Kemaren kita sudah tandatangani MoU dengan perusahaan perkebunan dan kesepakatan itu bersifat mengikat. Karena didalamnya perusahaan harus komitmen menjaga area mereka dari kebakaran tersebut," ujar Djohermansyah.

Untuk kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi pada tahun 2013, pihaknya sangat menyayangkan karena menurutnya masih jalan ditempat kecuali untuk satu perusahaan yakni PT Adei Plantation.

"Tidak ada lagi yang namanya kasus dipetieskan. Itu zaman dulu, sekarang ini tidak bisa lagi yang seperti itu, semuanya harus diusut tuntas. Karena masalah karhutla dan kabut asap ini sudah menjadi isu nasional dan internasional," katanya.

Dia berharap media dan masyarakat dapat mengawal kasus kebakaran hutan dan lahan hingga tuntas. "Pemerintah bersama masyarakat dan media harus ikut mengawal kasus ini, sehingga tidak ada lagi kasus yang dipetieskan," ucapnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement